pikiran dan tidak stress oleh tekanan. Banyak orang  yang berfikir untuk lebih santai dalam melihat permasalahan yang dihadapinya dan tidak mengambil pusing bagaimana harus menghadapinya, orang yang berfikir demikian akan nampak lebih terbuka pada banyak fenomena sosial yang terjadi.
Gaya yang santai dan terlihat tidak punya beban, hal itu mulai viral dikalangan anak muda untuk mengurangi bebanStoikisme adalah sebuah aliran filsafat Yunani kuno yang menekankan pada kontrol diri, pemahaman tentang alam semesta, dan penerimaan terhadap segala hal yang terjadi sebagai bagian dari takdir atau alam semesta yang lebih besar. Stoikisme mengajarkan bahwa manusia harus hidup sesuai dengan alam dan menggunakan akal budi untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan batin.
Sejarah Filsafat Stoikisme
Filsafat Stoikisme ini telah ada sejak 301 SM atau abad ke-3 SM. Pencetusnya, yakni para filsuf Yunani Kuno di Athena bernama Zeno. Dilanjutkan kemudian oleh filsuf Stoa, yakni Chrisippus, Cicero, Epictetus yang berjuluk Sang Budak Pengajar Stoic, Marcus Aurelius atau Sang Kaisar, dan Seneca dengan julukannya sebagai Sang Negarawan dan Filsuf Stoic.
Menurut Dr Listiyono,penyebutan stoa dikarenakan para filsuf tersebut berdebat dan berdialog di Stoa. Mereka para filusuf membicatakan tentang ragam isu permasalahan dan juga tema yang bermacam, dari soal teologi, astronomi, fisika, logika, dan hingga etika. Namun yang menjadi pembicaraan utamanya adalah tentang filsafat kebajikan hidup dalam etika dan teologia.
Pandangan utama dalam stoikisme melibatkan etika, fisika, dan logika. Etika stoik menekankan apatheia, yaitu menerima keadaan dunia dengan ketenangan dan pasrah. Ini mencerminkan kemampuan nalar manusia dan menjadi dasar bagi banyak pemikir Kristen dan sistem pemerintahan pada masa itu.
Stoikisme telah mengalami kebangkitan popularitas dalam beberapa tahun terakhir, terutama di kalangan profesional, atlet, dan individu yang mencari cara praktis untuk mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Berikut adalah beberapa cara bagaimana stoikisme diterapkan dalam tren saat ini:
1. Literatur Modern: Banyak buku populer tentang stoikisme telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa buku terkenal termasuk "The Obstacle is the Way" dan "Ego is the Enemy" oleh Ryan Holiday, serta "How to Be a Stoic" oleh Massimo Pigliucci. Buku-buku ini membantu menerjemahkan ajaran stoikisme kuno ke dalam konteks modern.
2. Aplikasi dan Media Digital: Ada sejumlah aplikasi dan podcast yang didedikasikan untuk stoikisme. Aplikasi seperti "Stoic" dan "Daily Stoic" memberikan kutipan harian, latihan reflektif, dan panduan untuk membantu pengguna mengintegrasikan prinsip-prinsip stoik dalam kehidupan sehari-hari. Podcast seperti "The Daily Stoic" oleh Ryan Holiday juga menawarkan wawasan harian dan wawancara dengan tokoh-tokoh yang mempraktikkan stoikisme.
3. Komunitas Online: Komunitas online di media sosial dan forum diskusi, seperti Reddit, telah menjadi tempat bagi orang-orang untuk berbagi pemikiran dan pengalaman mereka dalam mempraktikkan stoikisme. Grup-grup ini sering membahas kutipan stoik, pengalaman pribadi, dan aplikasi praktis dari prinsip-prinsip stoik dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengembangan Diri dan Produktivitas: Prinsip stoikisme sering diterapkan dalam konteks pengembangan diri dan produktivitas. Banyak orang menggunakan konsep-konsep stoik seperti dikotomi kendali dan amor fati untuk mengatasi tantangan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya, dengan fokus pada hal-hal yang dapat mereka kendalikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat mereka ubah, individu dapat mengurangi stres dan meningkatkan efektivitas mereka.
5. Olahraga dan Atletik: Beberapa atlet profesional mengadopsi prinsip-prinsip stoikisme untuk meningkatkan performa mereka. Mereka menggunakan ajaran stoik untuk mengembangkan disiplin diri, ketahanan mental, dan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.
6. Kesehatan Mental dan Mindfulness: Stoikisme juga dikaitkan dengan praktik mindfulness dan kesehatan mental. Teknik stoik seperti refleksi diri, journaling, dan meditasi filosofis membantu individu mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar dan menghadapi emosi negatif dengan cara yang lebih sehat.
7. Corporate Leadership: Banyak pemimpin bisnis dan eksekutif mengadopsi stoikisme untuk mengembangkan kepemimpinan yang lebih efektif. Prinsip-prinsip seperti integritas, ketahanan, dan fokus pada kontrol diri diterapkan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan menjaga stabilitas dalam situasi yang menantang.
Dengan penerapan yang luas dalam berbagai aspek kehidupan modern, stoikisme terus menarik minat dan menjadi alat yang berguna bagi banyak orang dalam mencari ketenangan pikiran dan kesejahteraan emosional.
Pandangan stoikisme sering kali disalahpahami atau disederhanakan secara berlebihan. Berikut beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan orang dalam memahami dan menerapkan stoikisme:
1. Stoikisme adalah Tentang Menekan Emosi: Salah satu kesalahpahaman terbesar adalah bahwa stoikisme mengajarkan untuk menekan atau mengabaikan emosi. Sebenarnya, stoikisme mengajarkan untuk memahami dan mengelola emosi dengan cara yang rasional. Stoikisme tidak menolak emosi, tetapi mengajarkan untuk tidak membiarkan emosi negatif mengendalikan tindakan kita.
2. Stoikisme adalah Tentang Pasifisme atau Ketidakpedulian: Beberapa orang berpikir bahwa menjadi stoik berarti menjadi tidak peduli terhadap apa pun. Sebaliknya, stoikisme mengajarkan untuk berfokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan menerima apa yang tidak bisa kita kendalikan. Ini bukan berarti menjadi pasif, tetapi lebih tentang menerima kenyataan dengan tenang dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan.
3. Stoikisme adalah Pengejaran Terhadap Kesengsaraan: Ada pandangan bahwa stoikisme berarti mencari kesengsaraan atau hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Sebenarnya, stoikisme mengajarkan untuk tidak tergantung pada hal-hal eksternal seperti kekayaan atau kenyamanan. Namun, itu tidak berarti bahwa seseorang harus mencari kesengsaraan, tetapi lebih kepada kemampuan untuk tetap tenang dan bijaksana dalam segala situasi.
4. Stoikisme adalah Anti-Sosial: Stoikisme sering kali dianggap sebagai filosofi yang mendorong isolasi sosial. Namun, para filsuf Stoik seperti Epictetus dan Marcus Aurelius menekankan pentingnya hubungan sosial dan komunitas. Mereka percaya bahwa hidup sesuai dengan alam termasuk hidup dalam hubungan yang harmonis dengan orang lain.
5. Stoikisme adalah Fatalisme: Ada kesalahpahaman bahwa stoikisme adalah bentuk fatalisme, di mana semua kejadian diterima tanpa usaha untuk mengubah apa pun. Sebenarnya, stoikisme mengajarkan untuk mengambil tindakan yang bijaksana dan berfokus pada usaha yang berada dalam kendali kita, sambil menerima hasil akhirnya dengan tenang.
6. Stoikisme Mengabaikan Kesenangan: Beberapa orang percaya bahwa stoikisme mengabaikan atau menolak kesenangan. Namun, stoikisme tidak menentang kesenangan, melainkan mengajarkan untuk tidak membiarkan kesenangan mengendalikan hidup kita. Stoikisme mengajarkan kebijaksanaan dalam menikmati kesenangan tanpa menjadi tergantung padanya.
7. Stoikisme adalah Dogma Kuno: Beberapa orang menganggap stoikisme sebagai ajaran kuno yang tidak relevan dengan kehidupan modern. Namun, prinsip-prinsip stoik seperti kontrol diri, ketenangan batin, dan fokus pada kebajikan tetap relevan dan dapat diterapkan dalam konteks modern untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi dan profesional.
Dengan memahami dan menghindari kesalahan-kesalahan ini, orang dapat lebih baik menerapkan prinsip-prinsip stoikisme untuk mencapai ketenangan pikiran, kebijaksanaan, dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H