Mansplaining adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku di mana seorang pria dengan anggapan superioritasnya cenderung menjelaskan sesuatu kepada seorang wanita dengan cara merendahkan, menganggapnya tidak mengerti, atau tanpa meminta penjelasan.Â
Artikel ini akan membahas fenomena mansplaining, dampaknya, peran gender dalam komunikasi, serta langkah-langkah untuk mengatasi ketidakadilan komunikatif yang terjadi.
Apa Itu Mansplaining?Â
Mansplaining merujuk pada kecenderungan sebagian pria untuk menjelaskan sesuatu kepada wanita dengan asumsi superioritas, tanpa meminta atau diundang untuk memberikan penjelasan, serta dengan sikap merendahkan atau meremehkan pengetahuan dan pengalaman wanita. Istilah ini berasal dari kata "man" (pria) dan "explaining" (menjelaskan), yang menggambarkan pola komunikasi di mana seorang pria secara tidak tepat atau tidak sensitif menjelaskan sesuatu kepada wanita dengan sikap superioritas atau dominasi.
Mansplaining sering terjadi dalam berbagai konteks, mulai dari percakapan sehari-hari, tempat kerja, hingga media sosial. Pria yang melakukan mansplaining cenderung mengasumsikan bahwa wanita tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau keahlian yang diperlukan dalam suatu topik, sehingga mereka merasa perlu untuk menjelaskan hal tersebut dengan cara yang meremehkan atau menggurui.
Dampak Mansplaining
1. Meniadakan Pengalaman dan Pengetahuan Perempuan:
Mansplaining dapat meniadakan pengalaman, pengetahuan, dan otoritas perempuan dalam berbagai bidang, sehingga merendahkan kontribusi dan keahlian yang dimiliki oleh perempuan.
2. Merendahkan Kepercayaan Diri Perempuan:Â
Tindakan mansplaining dapat merendahkan kepercayaan diri perempuan, membuat mereka merasa tidak dihargai, tidak didengar, dan meragukan kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki.
3. Memperkuat Ketimpangan Gender:
Mansplaining dapat memperkuat ketimpangan gender dengan menguatkan stereotip dan norma sosial yang menempatkan perempuan dalam posisi inferior dan pria dalam posisi superior dalam ranah komunikasi dan pengetahuan.
4. Menghambat Kolaborasi dan Keterlibatan Perempuan:
Dengan meremehkan dan merendahkan kontribusi perempuan, mansplaining dapat menghambat kolaborasi yang produktif dan mengurangi keterlibatan perempuan dalam berbagai diskusi dan keputusan.
5. Menciptakan Lingkungan yang Tidak Aman dan Tidak Inklusif:
Tindakan mansplaining dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak inklusif bagi perempuan, di mana mereka merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi, berbagi pendapat, atau mengemukakan ide-ide mereka.
6. Memperkuat Budaya Seksisme dan Dominasi Maskulin:
Mansplaining dapat memperkuat budaya seksisme dan dominasi maskulin yang menekankan superioritas pria atas perempuan dalam ranah komunikasi, pengetahuan, dan keahlian.
7. Mengurangi Inovasi dan Kreativitas:
Dengan meremehkan kontribusi perempuan, mansplaining dapat mengurangi inovasi, kreativitas, dan keragaman perspektif dalam diskusi dan kolaborasi, sehingga menghambat perkembangan ide-ide baru dan solusi yang inklusif.Â
8. Membatasi Potensi dan Kesempatan Perempuan:
Dampak mansplaining dapat membatasi potensi dan kesempatan perempuan untuk berkembang, maju, dan berkontribusi secara maksimal dalam berbagai bidang kehidupan. Â
Langkah-langkah Mengatasi Mansplaining
1. Peningkatan Kesadaran:Â
Meningkatkan kesadaran akan masalah mansplaining dengan mendiskusikan dan mengedukasi orang tentang konsep ini serta dampak negatifnya terhadap komunikasi dan hubungan antar gender.
2. Pemberdayaan Wanita:
Mendorong pemberdayaan wanita dengan memberikan dukungan, ruang untuk berbicara, dan kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam percakapan dan pengambilan keputusan.
3. Mengajak Pria untuk Mendengarkan:
Mendorong pria untuk mendengarkan dengan empati, menghargai, dan mengakui pengalaman dan pengetahuan wanita tanpa mengasumsikan superioritas atau pengetahuan yang lebih baik.
4. Membangun Kesadaran Gender:
Membangun kesadaran gender yang sehat dan inklusif di tempat kerja, dalam keluarga, dan masyarakat secara luas untuk mendorong keterlibatan yang setara dan penghargaan terhadap keragaman.
5. Menyuarakan Isu Kesetaraan Gender:
Mendorong pembicaraan terbuka tentang isu kesetaraan gender, stereotip gender, dan dinamika kekuasaan antar gender untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil.
6. Mendorong Dialog Terbuka:
Mendorong dialog terbuka dan jujur antara pria dan wanita untuk saling mendengarkan, memahami, dan menghargai perspektif masing-masing tanpa merendahkan atau meremehkan.
7. Pelatihan dan Pendidikan:
Memberikan pelatihan dan pendidikan tentang komunikasi yang inklusif, kesadaran gender, dan keterlibatan yang setara untuk membantu mengatasi stereotip dan perilaku mansplaining.
8. Mendukung Wanita dalam Posisi Kepemimpinan:
Mendukung dan mendorong wanita untuk mengambil peran kepemimpinan, berbicara di forum publik, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk memperkuat suara dan kehadiran mereka.
9. Menetapkan Batasan yang Jelas:
Menetapkan batasan yang jelas dalam interaksi antar gender, menghormati ruang pribadi, pendapat, dan pengalaman masing-masing tanpa merasa perlu untuk mansplain atau meremehkan.
10. Mendukung Budaya Kerja yang Inklusif:
Membangun budaya kerja yang inklusif, di mana semua anggota tim merasa dihargai, didengarkan, dan dihormati tanpa memandang gender, status, atau latar belakang lainnya.
Mansplaining merupakan fenomena komunikasi gender yang mempengaruhi keseimbangan kekuasaan antara pria dan wanita dalam interaksi. Dengan meningkatkan kesadaran, mendukung dialog yang seimbang, dan menghadapi perilaku mansplaining secara kolektif, kita dapat menciptakan lingkungan komunikasi yang inklusif, menghargai, dan setara bagi semua individu tanpa memandang gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H