Mohon tunggu...
Roma Firizeki
Roma Firizeki Mohon Tunggu... Guru - Bekerja di SMKN Rowokangkung Kab. Lumajang

Sekadar berusaha, berdoa dan pasrah kepada yang maha segalanya yaitu ALLAH untuk segala kesuksesan dalam dunia menulis dalam kesibukan sebagai pendidik di SMKN ROWOKANGKUNG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi antar Materi Modul 2.3

7 Desember 2023   16:55 Diperbarui: 7 Desember 2023   16:59 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

NAMA : ROMA FIRIZEKI

INSTANSI : SMKN ROWOKANGKUNG

Di dalam modul 2.3 ini CGP diharapkan mampu menyapaiakan keterkaitan materi mulai dari awal sampai akhir  dan mampu menyimpulkan dan menjelaskan beserta merefleksi di kegiatan atau tugas-tugas tersebut.

Menyadur  dari grant, 1999 bahwa Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.

Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). Coaching sebagai "...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif." (International Coach Federation -ICF).

Didalam penerapan proses coaching baik yang dilakukan oleh guru atau siswa diberikan sebuah kebebasan untuk menemukan dirinya tanpa adanya suatu paksaan  dari pihak luar, dan peran pendidikan sebagai amon yaitu menuntun anan agar mampu memberdayakan potensi yang ada  sehinga murid dapat menemukan kekuatannya dirinya.

Paradigma dalam berfikir coaching untuk menunjang kegiatan tersebut antara lain:

1) Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,

(2) Bersikap terbuka dan ingin tahu,

(3) Memiliki kesadaran diri yang kuat,

(4) Mampu melihat peluang baru dan masa depan.

Selain itu dalam proses coaching yaitu antara coach dan coachee masing-masing memeliki batasan diri masing-masing dan kedudukan setara atau bisa deisebut sebagai rekan atau mitra. Jika coach hanya mengarahkan saja tanpa perlu memberikan solusi biarkan coachee sendirilah yang menemukan solusinya.

Proses dalam coaching berjalan seperti Tirta, atau disebut juga sebagai air, biarkan mengalir apa adanya. Hal ini yang perlu dipahami oleh coach sehingga dalam pelaksanaan lebih santai dan bersahabat.

Tidak hanya itu saja dalam kegiatan ini kompetensi seorang  coach perlu difikirkan agar kegiatan itu menemukan tujuannya yaitu dengan kompetensi mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot. Hal inilah salah satu bentuk kesuksesannya. Selain itu caoch harus mammpu mendengarkan dengan aktif agar coach fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucapa. Dan seorang coach harus melakukan kehadiran penuh atau utuh baik dari segi badan, pikiran, hati, selara saat sedang melakukan coaching.

Alur Percakapan TIRTA: Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.

TIRTA terdari dari Tujuan awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.

Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching: Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.

Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstrukti bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik.

Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.

Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.

Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.

Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.

Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Dimana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.

A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.

S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.

A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: "mengapa" atau "apakah" atau "sudahkah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun