Sebagai negara demokrasi beda pendapat atas sebuah pilihan merupakan hal yang sangat wajar, seharusnya bisa saling menghargai setiap pilihan masing-masing. Sebagaimana semboyan bangsa kita, "Bhinneka Tunggal Ika", berbeda-beda namun tetap satu jua.
Namun, yang terjadi saat ini menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Saling ejek dan menjatuhkan seolah sudah menjadi makanan sehari-hari. Hal itu tidak hanya terjadi di dunia media sosial, tapi juga sudah merembet ke dunia nyata. Hingga akhirnya membuat permusuhan sering kali kerap terjadi antara kita semua.
Sudah tidak terhitung berapa banyak orang yang terjerat hukum karena saling menghina antara satu dengan yang lainnya. Sudah berapa banyak orang-orang yang rela memutuskan persahabatan karena beda pilihan politiknya. Seharusnya hal itu tidak terjadi, tapi itulah fakta saat ini.
Internet sejatinya dapat memberikan kita kemudahan karena informasi sedemikian melimpah tersaji dengan cepat di tangan. Serta mempermudah dan mendekatkan komunikasi kita dengan mereka yang terpisah jarak. Tapi di sisi lain ternyata perkembangan internet justru semakin memperlebar jurang perbedaan antar sesama.
Berita hoax kian bertebaran di media sosial, berbagai upaya pemerintah belum berhasil untuk membendung penyebaran kabar-kabar bohong itu. Hampir setiap hari berita palsu dan menyesatkan menghiasi beranda media sosial, yang isinya mengadu domba antara satu dengan yang lainnya.
Permasalahan ini perlu disikapi secara serius oleh semua pihak. Karena jika tidak, bukan tidak mungkin bangsa yang besar ini akan rusak karena hal-hal itu. Terlebih lagi memasuki tahun politik Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2019 mendatang, yang hanya ada dua calon.
Kita semua pada dasarnya diberikan hak masing-masing untuk memilih, karena itu seharusnya bisa saling menghargai dan menghormati. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga tidak ada orang yang benar-benar sempurna.
Tapi yang juga menyedihkan, para elite politik ikut memberikan contoh yang buruk ke publik. Sering kali juga saling menjatuhkan lawan politiknya, dan seolah menganggap dirinya yang paling benar.Â
Debat publik para politik di layar televisi yang seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat juga sering kali menjadi ajang untuk saling merendahkan dan menjelekan.
Sebagai public figure seharusnya mereka sadar bahwa kepentingan bangsa dan negaralah lebih utama, tapi yang terjadi saat ini adalah banyak banyak para politik yang lebih mengutamakan golongan mereka sendiri dibanding dengan keutuhan bangsa Indonesia ini. Dan selalu berlindung dengan kata-kata "Politik itu dinamis".
Dengan kondisi saat ini, haruskah kita ikut serta ngotot mempertahankan sikap politik pribadi dengan risiko kehilangan hubungan persudaraan? Atau masih mungkinkah kita duduk semeja, memanfaatkan akal sehat, berusaha saling memahami opini lawan debat kita? Semua kembali pada diri kita masing-masing.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!