"Oh, aku sih enak. Seminggu hanya masuk satu hari. Jadi, selama Senin sampai Jumat, aku hanya masuk hari Selasa."
"Apakah ada pemotongan upah?"
"Tidak. Aku digaji penuh dong. Yang dipotong itu adalah PNS dengan jabatan akselon 3 ke atas", sambil menunjukkan mata penuh kebanggaan dan senyum yang mengiris hati.
"Oh, ya? Kukira semuanya akan ada pemotongan."
"Oh, jelas tidak dong. Bahkan, THR-ku diberikan penuh."
Perempuan itu pergi dari hadapanku dan segera hilang ditelan jarak. Hatiku mendung, wajahku kutekuk, dan darahku mendidih. Wabah sialan. Seharusnya aku bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup ini. Untunglah, masih ada tabungan untuk dua bulan ke depan. Namun, aku tidak tahu bagaimana kisah ibuku dan diriku setelahnya.
Serasa tidak adil. Jujur, aku benci perempuan itu. Cih. Dia tidak pintar. Hanya bermodal wajah dan tubuh molek dan wangi. Pendidikan sebatas ijazah dasar. Cih. Merasa sudah paling di atas awan dan melupakan asal.
Minggu depannya, ibuku membangunkanku yang sedang tidur siang.
"Ndok, Ndok, bangun! Orang yang mendapatkan BLT tiba-tiba muntah darah dan belatung, apalagi di Markonah! Mereka sudah evakuasi dan segera akan dibawa ke rumah sakit."
"Wabah memang adil, Bu. Biarkan saja. Aku ingin tidur berharap ketika kubangun, Wabah telah selesai."
Bandung, 30 April 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI