Kupetik enam tangkai bunga di tanah melankolis sendu
Kelopaknya yang anggun, kulihat batangnya gatal berbulu
Seperti kau, dulu harap sekarang luluh
Nyatanya, sudah enam tahun berlalu
Ketidakpastian atas segala sesuatu
Mekar subur antara kini dan masa lalu
Enam tidak cukup tuk menjawab pandangan sentimental
Atau harap yang sudah dirunut hingga tetiba batal
Enam pun tak cukup tuk memohon kabul yang kental
Sudah berkali-kali hujan pada tahun keenam
Dingin dan gelap yang menyisakan kelam
Kau tinggalkan aku pada sudut jalan malam
Tanpa sebuah kepak elang yang lalu-lalang
Katanya, diri ini adalah pehobi
Yang menyukai merah jambu tanpa basa-basi
Melumat habis ikrar janji tanpa pernah ditepati
Enam, terlalu lelah tuk kembali
Berpura memilih hati bertopeng sok adil
Teringat, ketika enam, berlindung pada rumah Tuhan
Berselimut ka'bah dari hujan deras dan petir yang mengagetkan
Menunggu harap untuk segara datang memberi kepastian
Ini bukan rasa dan karsa namanya!
Penuh dengan ketidaksadaran semata!
Enam hanyalah enam, bukan sebuah tanda!
Lepaslah, maka enam pun akan bebas di udara!
Lampung, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H