Mohon tunggu...
Rolly Toreh
Rolly Toreh Mohon Tunggu... Penulis -

merenung di atas gunung, terkucil dalam pensil, bergerak seperti ombak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Celana Robek untuk Anak yang Dituduh Mencuri

6 September 2015   18:54 Diperbarui: 6 September 2015   18:59 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by. rollytoreh

Celana robek ku kirim.

Kuberi pasrah pada kemarau sangar.

Ada yang datang di pelupuk siang. Ada yang pergi di ufuk sore.

Anak-anak berkejaran, mainkan kibaran membebaskan raga sebab baru lepas tiga hari mata mereka dibius pekat penjara.

Sebanyak 30 hari paling kurang dalam sehari habiskan makan tidak kenyang. Dalam kelaparan yang terpaksa, keadilan terbata-bata untuk batin mereka yang dituduh mencuri sebuah toko perhiasan, padahal di sore keparat itu mereka cuma berpapasan lewat. 

Menurut mereka kebenaran hanya kebetulan, sementara bersarang di tengah teduhnya rindang suap-menyuap para konglomerat dengan jaksa terhormat. Kebenaran yang ipuh. Kebenaran yang memar oleh tanduk kepentingan. Kebenaran yang hangus oleh batu bara persekongkolan.

Anak-anak mencari kebenaran dalam lubang hidung pengadilan, ternyata yang ditemukan adalah bayang-bayang kebodohan. Mereka terus mencari dalam lubang hati dan perasaan hakim, sekiranya memberi putusan memuaskan jiwa-jiwa bocah yang disangka pencuri. Mereka mendorong, menggebuk baja penghalang nurani hakim, dan berteriak,

"Pak hakim, bapakku. Bu hakim, ibuku. Mungkinkah kau sadar, kami ini seperti anak-anakmu? Janganlah kau menyangka, kami yang kecil ini semacam semut-semut liar pengusik ketenanganmu. Mestinya kau jangan lekas percaya konglomerat hitam, sebab mereka itulah gajah-gajah kekuasaan yang selalu menantang kebenaran. Suatu kelak wibawa kamu diinjak dan ditaburi tahi paling busuk. Lihat saja kami yang kecil ini, mengharap asa, menunggu biduk Pak hakim dan Bu hakim, sama-sama kita merapat di sebuah pulau, dimana kebenaran dan keadilan sama-sama di junjung tinggi, dan jauh dari binasa."

Celana mereka kusut dimakan abu. Sebab untuk berapa lama, inap mereka memeluk tanah dari penjara yang disebut dalam setiap berita paling aman, layak, dan memasyarakatkan. Padahal pembinasaan bagai kandang binatang.

 

Tagulandang,

6/9/2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun