Inklusi Gender: a Kesenjangan di Era Digital
Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang majemuk, dihadapkan pada berbagai tantangan terkait kesetaraan gender. Ketimpangan akses, representasi, dan pemberdayaan masih menjadi isu yang perlu ditangani secara serius. Di era digital yang serba cepat ini, isu gender semakin mendapat sorotan, namun juga memunculkan tantangan baru.Â
Mari kita kupas bagaimana konsep gender sosial inklusi dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dengan mengaitkannya dengan beberapa isu terkini:
1. Kekerasan berbasis gender online (KBGO): Dunia maya tak luput dari bayang-bayang kekerasan. Perundungan, pelecehan seksual, dan ujaran kebencian berbasis gender marak terjadi. Inklusi gender mengharuskan platform digital memiliki mekanisme pelaporan yang efektif, edukasi tentang KBGO, dan penegakan hukum yang tegas.
2. Representasi perempuan dalam dunia kerja:
Ketimpangan gender masih terlihat jelas di bidang pekerjaan, terutama di sektor teknologi dan kepemimpinan. Inklusi gender mendorong perusahaan menerapkan kebijakan yang ramah perempuan, seperti cuti hamil yang memadai, program mentoring, dan jalur karier yang setara.
3. Akses pendidikan dan kesehatan: Perempuan di daerah pedesaan dan kelompok marjinal kerap memiliki akses yang lebih terbatas terhadap pendidikan dan kesehatan berkualitas. Inklusi gender memastikan pemerataan akses dan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan bagi semua, tanpa memandang gender.
4. Pemberdayaan perempuan di sektor informal:
Banyak perempuan Indonesia bekerja di sektor informal, yang rentan terhadap eksploitasi dan ketidakstabilan ekonomi. Inklusi gender mendukung program pelatihan keterampilan, pendampingan usaha, dan akses permodalan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan di sektor informal.
5. Ketimpangan digital:
Perempuan memiliki akses dan literasi digital yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Inklusi gender mendorong program literasi digital khusus perempuan, serta keterjangkauan infrastruktur dan perangkat teknologi.