Hari ini, fajar baru 2025 sudah menyingsing. Harapan baru dipanjatkan masing-masing pribadi, semoga Tuhan berkenan memimpin kehidupan di hari-hari yang akan datang.
Kendati begitu, fajar baru 2025 menyisakan duka-nestapa bagi keluarga besar Mita-Mako.Â
Ternyata di tapal batas 2024, 31 Desember, Tuhan panggil pulang yang terkasih, mendiang Mama Agustina Mita-Mako ke dalam rangkulanNya.
Ini berat sebab di akhir tahun, keluarga-keluarga berkumpul untuk mendaraskan syukur, sambil bersenang ria karena Tuhan berkenan menjaga seluruh ziarah hidup di tahun 2024.
Wajar jika kemudian keluarga suntuk dalam sedih. Nasib mereka kali ini tidak sama seperti keluarga lainnya.Â
Dari pengalaman ini, kita beroleh satu pelajaran yang teramat berharga yakni kehidupan dan kematian jaraknya itu begitu dekat.
Kita tak dapat memprediksi kapan nafas kita berhenti berhembus. Untuk itulah, setiap hari adalah medan latihan iman bagi kita dalam mempersiapkan diri menerima realitas kematian, yang adalah juga bagian kita.
Manusia ternyata terbatas. Hidupnya dibungkus dalam ruang dan waktu. Kita tidak maha sempurna. Kita rentan jatuh. Hari-hari hidup kita dibayangi kefanaan.
Apa yang harus manusia lakukan jika sudah demikian ceritanya? Mari perhatikan Mazmur 90:1-17.Â
Dari catatan ini, kita akan mendapatkan petunjuk untuk mempersiapkan diri sebelum datang ajal kita.
Nyanyian Mazmur 90 berisi banyak hal yang kontradiktif. Ada ratapan, tapi juga harapan.Â