Sejarah & Makna Sumpah Pemuda
Sebagai tindaklanjuti dari Kongres Pemuda I tahun 1926, maka dilaksanakan lagi Kongres Pemuda II, 27-28 Oktober 1928.Â
Dalam Kongres Pemuda II ini dihadiri kurang lebih 750 peserta yang berasal dari latar belakang organisasi yang berbeda-beda.
Tujuan dari pelaksanaan Kongres Pemuda II ini jelas yakni mempersatukan berbagai gerakan kepemudaan di tingkat kedaerahan menjadi gerakan pemuda nasional.Â
Mereka punya visi yang sama yakni ikut berjuang keluar dari bayang-bayang penjajahan dengan seluruh kemampuan yang ada.
Penulis melihat bahwa gerakan bersama ini sesungguhnya adalah gerakan gotong-royong, gerakan yang selaras dengan nilai budaya masyarakat Indonesia, layaknya pepatah "Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh".
Kongres Pemuda yang dilaksanakan dalam 2 jilid ini sekaligus memperlihatkan keseriusan para pemuda Indonesia kala itu untuk terlibat secara aktif dalam gerakan kemerdekaan.
Menarik bahwa setelah pelaksanaan Kongres Pemuda II, para peserta yang hadir berdiri dan mengikrarkan janji setia mereka atas perjuangan kebangsaan.
Ada tiga butir janji mereka yang dikemudian hari disebut dengan Sumpah Pemuda. Ketiga butir janji itu antara lain :
Pertama : Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia.
Kedua : Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Tiga butir janji itu bagi penulis itu adalah bingkai dari spirit nasionalisme. Nasionalisme itu ialah kecintaan pada bangsa Indonesia hingga jiwa dan raga dibaktikan untuk kehidupan suatu bangsa.
Siapa sangka, perjuangan kebangsaan mereka itu membuahkan hasil. Sekalipun pertumpahan darah dan nyawa menjadi taruhan, mereka turut menjadi pelopor atas kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana Menemukan Relevansi Sumpah Pemuda dalam Konteks Kekinian?
Anak muda Indonesia masa kini harus bercermin pada spirit perjuangan pemuda Indonesia masa lampau.Â
Sebagai anak muda, penulis pun akui bahwa ada hambatan besar dibalik meningkatkan spirit nasionalisme kita.
Penulis mencatat beberapa tantangan :
1. Jiwa Nasionalisme Kita Dihambat oleh Bahaya Primordial
Primordial sesungguhnya berkaitan erat dengan semangat mengkultuskan identitas diri, seperti unsur suku, agama, kepentingan.Â
Ada yang melihat spirit ini sebagai hal positif karena punya maksud mempersatukan.
Ada pula dampak negatif dari spirit ini yakni terjebak dalam sentimen antar golongan.Â
Di Indonesia, makna negatif primordial lebih sering dibahas ketimbang makna positifnya.Â
Anak-anak muda perlu mengindari spirit primordial. Kita bisa terjebak dalam sikap ekstrimisme atau radikalisme.
Bukankah ini yang kemudian merongrong situasi hidup bersama kita dalam konteks majemuk?Â
Banyak kampus yang juga dihuni oleh anak muda untuk menimba ilmu kehidupan, kini telah dipengaruhi atau terpapar paham radikalisme.Â
Masa kemudian kita harus kalah dengan semangat pemuda era 1928? Padahal kita punya banyak kemudahan bahkan juga kemajuan intelektual yang mumpuni.
Seharusnya semangat pemuda kala itu harus kita lanjutan. Bukan sebaliknya kita pasif dalam gerakan kebangsaan.Â
2. Kesalahan Memahami Perkembangan Digitalisasi
Perkembangan digital itu suatu fakta. Kita tak bisa menghindari kenyataan ini. Tentu, perkembangan ini punya banyak dampak. Saya tidak akan menyinggung dampak positif dalam uraian ini.
Dampak negatif dari digitalisasi yakni kita bisa terjebak dalam sikap egois. Masing-masing peduli pada kepentingan sendiri.
Wajar jika kemudian generasi kita diberi cap "generasi menunduk". Semuanya hanya soal diri kita.
Jangan harap nasionalisme itu hidup kalau masing-masing terjebak dalam sikap egois.Â
Padahal bangsa ini punya setumpuk masalah. Itu butuh perhatian kita, para pemuda. Peran kita adalah bagian dari kontribusi mengatasi masalah.
Satu contoh baik kita anak muda dalam menjaga kestabilan hidup bersama yakni memastikan demokrasi tetap berjalan dalam koridornya, seperti penegakan konstitusi.Â
Pada akhirnya, dari peringatan Sumpah Pemuda kali ini harus menjadi api penyemangat dalam perjuangan konteks kita.Â
Jangan hanya ingat janji tapi ingat juga untuk aktualisasikan janji itu. Ayo anak muda, kita bisa. Merdeka!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H