Oleh: Rolantinus SudirmanÂ
Sebuah mata menatap pergerakan
Seorang security sedang mengamat-amati yang jahil
Setiap sisi dilihatnya tanpa sedikit celahÂ
"Apa yang kau buat nak ?" pungkasnya dalam kebisuan
Lalu pria perkasa berkaki empat
yang menahan bokong gadis-gadis kuntum menjadi pilu
Karena sepasang sepatunya patah
"Sakit" Teriaknya menggema kebisingan
Tak seorang menghiraunya
Sebab mereka sedang berperang dengan misteri
Puluhan pasukan berbaris rapi pun mengeluh
Tetesan air laut bercampur bau sampah menyengati kulit mereka
"Sangat bau !" Pekik mereka tanpa suara karena dibungkam sang jenderal
Sebenarnya, ruang ini di gelap adalah sunyi
Tetapi seketika menjadi pasar jualan
Atau pengamen di kafe-kafe
mengais pada yang bermodal
Inikah yang disebut berjuang,
atau bernostalgia di taman kanak-kanak?
Atau mengisi pena di dalam kayu, sebelum dibakar api?Â
Entahlah.....
Mungkin ingin menuntas bait puisi
Pada halaman pertama
Yang tak kunjung usai
        Mataloko, 19 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H