Mohon tunggu...
Rolan Sihombing
Rolan Sihombing Mohon Tunggu... profesional -

Kita tidak perlu otak jenius untuk memulai perubahan. Kita hanya perlu hati tulus yang tergerak mengulurkan tangan kepada penderitaan anak-anak bangsa yang tidak seberuntung kita. -www.rolansihombing.wordpress.com-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Bersyukur di Tengah Badai Hidup (Based On True Story)

16 November 2010   11:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:33 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi TUHAN memerintahkan kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Di tengah hutang yang mencekik; di tengah penyakit ; di tengah kemiskinan; di tengah kekecewaan; di tengah kepahitan; di tengah kebuntuan dan tiada jalan keluar; di tengah fitnahan orang; justru ucapan syukur harus mengalir lebih keras lagi. Bukan supaya masalah-masalah tersebut menyingkir, karena mungkin masalah-masalah itu akan sulit untuk menyingkir. Bukan pula supaya kita tetap bisa bergembira walaupun harus menyangkali masalah yang ada.

Ayub yang saleh namun mengalami penderitaan adalah refleksi yang baik untuk ini. Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, anak-anaknya harus meninggal secara tragis. Seluruh harta kekayaannya pun lenyap dirampok penjahat. Penderitaan Ayub pun tidak berhenti sampai di situ. Penyakit kulit yang maha gatal pun dia derita sehingga ia harus menggaruki tubuhnya dengan sekeping beling. Dan tragisnya, istri yang ia cintai dengan sepenuh hati pun memarahinya dan meminta Ayub untuk mengutuki Tuhan dan menyumpahinya supaya mati. Ayub menjawab istri yang dikasihinya: "Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya." (Ayub 2:10)."

Tidak berhenti sampai di situ, sahabat-sahabatnya pun ikut menyalahkan Ayub dan mengatakan bahwa semua itu terjadi karena ada dosa yang belum dibereskan dalam hidup Ayub. Semua manusia, termasuk Ayub, tidak akan bisa mengucap syukur dalam momen seperti ini.Tetapi Ayub ternyata mampu mengucap syukur. Kalimat yang menegaskan sikapnya ini terlihat di frase "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Masalah dan kesulitan sebenarnya juga pemberian Tuhan. Karena cara yang terbaik yang Tuhan bisa gunakan untuk mendidik kita adalah melalui masalah.

Jika kita mencermati pola hidup burung rajawali, mereka belajar tumbuh dimulai ketika induknya membongkar-bangkir sarangnya yang nyaman dan hangat. Untuk belajar terbang, seekor burung rajawali harus dilemparkan dari punggung induknya yang ia tumpangi untuk belajar terbang. Bahkan ketika dewasa pun seekor rajawali memanfaatkan badai yang dasyat untuk terbang bebas menuju tempat yang jauh.

Manusia pun tumbuh besar dari masalah yang ia hadapi. Untuk menjadi pribadi yang sabar, kita akan diperhadapkan pada orang yang menguji batas kesabaran kita. Untuk menjadi pribadi yang mengasihi dengan apa adanya, kita harus mengalami pengkhianatan dari orang yang sangat dekat dengan kita. Masalah dan kesulitanlah yang mendewasakan kita. Bukan kenyamanan dan bukan pula kebebasan dari masalah. "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:7-8).

Inilah alasan kita untuk tetap hidup dalam ucapan syukur kepada Tuhan, karena Ia selalu baik dalam setiap keadaan. Bahkan masalah yang timbul karena kesalahan kita sendiri, merupakan bukti Tuhan ingin mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dan itu Ia lakukan semata-mata karena Ia sungguh mengasihi kita dengan segenap hati. CintaNya itu tidak pernah berakhir meskipun kita jauh dari layak untuk dicintaiNya apa adanya, tetapi cintaNya pun tidak pernah menginginkan kita menjadi ala kadarnya. Ia menginginkan setiap kita tidak bertumbuh menjadi anak-anak gampang, tetapi menjadi anak-anak yang semakin dewasa di dalam pandangan mataNya. Dan untuk itu, mungkin sedikit goncangan kecil dalam hidup kita sangat diperlukan sehingga kita belajar menjadi kuat di tengah masalah. Ingat masalah yang mungkin Anda alami hanya merupakan ombak kecil yang mungkin menggoyahkan biduk hidup kita, tetapi ombak kecil itu tidak akan pernah mampu menenggelamkan kita. Karena Ia masih satu perahu dengan kita, dan Ia tahu waktu yang terbaik untuk turun tangan, sehingga pada akhirnya kita bisa berkata seperti Ayub: "Aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal...Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (Ayub 42:2,5).

Meski hari ini setumpuk masalah menerpa penulis, dan apa yang terjadi hari ini sangatlah berat untuk ditanggung, tapi penulis yakin Tuhan tidak tuli. Pada saatnya nanti, segala sesuatu akan menjadi indah sesuai kehendakNya.

Akhirnya hanya sepenggal lirik ini yang bisa keluar terucap dengan lirih dan hancur hati…

In moment like this (the bad situation:red), I sing out the song..

I sing out the love song to Jesus..

In moment like this, I lift up my hand,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun