Taruhlah ketika berita itu dipercaya benar adanya, maka tidak adakah cara ataupun langkah yang lebih beretika serta elegan untuk bertabayun (klarifikasi) langsung kepada ybs ketimbang mengumbar fitnah yang tak jelas jluntrungnya.
Dihadapan para ormas dan laskar, Ahmad Sakdilah (Helmy) yang pada kesempatan malam hari itu berdampingan dengan Muhammad Hadi Purnomo (Pakde Pur), mengatakan bahwa Jokowi saat ini memang mendapat sorotan dari banyak pihak untuk bisa dilemahkan. Bahkan, beberapa waktu lalu ia mengaku harus repot-repot mengantarkan perwakilan NU Jakarta yang ingin mengklarifikasi (tabayun) kebenaran berita tentang asal-usul Jokowi yang katanya beretnis Cina, dan tidak terbukti.
Dan nampaknya, budaya/tradisi TABAYUN (klarifikasi) inilah yang sudah hilang dari dunia politik Indonesia.
BELAJAR DARI NU & MTA SOLO
Meski beberapa kali sempat terjadi singgungan, bahkan yang terakhir adalah tragedi bentrok di Blora (13/7), namun ketegangan tersebut seakan tertolak sehingga tidak sempat mengusik kedamaian di Solo. Padahal 3 hari setelahnya (16/7) kota Solo menjadi tuan rumah Hari Bangkit GP Anshor, tidak ada sama sekali efek lanjutan dan sejenisnya yang terjadi.
Menurut pengakuan Helmy, untuk lebih memastikan kekondusifan suasana, pihaknya (PCNU Solo) menurunkan beberapa personel Banser untuk turut berjaga-jaga di depan kantor MTA saat pelaksanaan Hari Bangkit GP Anshor tersebut.
"Tidak ada permasalahan sama sekali di Solo, yang ada adalah diluar Solo dan silakan diselesaikan sendiri oleh pihak MTA, dan kalaupun terjadi yang serupa di Solo, maka saya akan menjadi yang terdepan dalam mencegahnya," terang Helmy.
MTA dan NU di Solo selama ini baik-baik saja dan akan terus diupayakan demikian, meski disana-sini terdapat banyak khilafiyah yang sulit dipertemukan, namun bukan berarti pembenaran untuk saling bentrok dan tidak berdamai. "Saya (Helmy) selalu berdampingan dengan Ustad Sukino (ketua MTA), berhubungan baik, sering ketemu malah."
RAMADAN 1433 H, DARI SOLO UNTUK INDONESIA
Pesan perdamaian ini, meskipun hanya terlontar dari kota kecil sekelas Solo, tapi penulis mengajak untuk bisa diresapi dan diwujudkan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Indonesia. Diawali dari diri sendiri yang tidak mengumbar syak wasangka kepada orang lain, kemudian ditularkan ke sekeliling, dan akhirnya suatu saat nanti masyarakat Indonesia akan menjadi semakin cerdas, termasuk dalam hal berpolitik.