Mohon tunggu...
Masrokhin
Masrokhin Mohon Tunggu... Dosen - Traveler yang meminati mazhab Geertzian

Memenuhi perintah belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bumi Dipijak Langit Dijunjung

2 April 2024   10:16 Diperbarui: 2 April 2024   10:24 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menginjakkan Kaki Di Bumi Dengan Tingginya Langit Yang Dijunjung

*

Ardhihim maa dumta fii ardhihim,wa daariihim maa dumta fii daariihim; buatlah mereka lega selagi kamu memijak bumi mereka, dan kenali mereka ketika kalian berada di wilayah mereka

Ardhihim yang pertama adalah fi'il amar, kata perintah. Kata dasarnya rodhiya yardho, irdhi, bermakna ridho, rela. Berubahan menjadi ardho yurdhi ardhi. Ardhi, fi'il amar mabni 'ala hadzfi harfil 'illat. Ardhi yang kedua adalah yang bermakna bumi itu

Daar pertama  berasal dari daroya yadri diroyatan yang bermakna kenali, atau, entah, yang segandeng dengan al-mudaroh wa husnul kiyasah, persuasif dan bagusnya perilaku. Daar ini fiil amar, perintah. Daar yang kedua adalah dawara yadwuru daurun, daar yaduuru daurun, rumah.

Itu adalah salah satu tema pembicaraan kami saat sowan guru kami. Pengantar utamanya adalah kami sowan, minta tambahan do'a agar semua sehat-sehat selalu. Bersama bapak saya yang 80 tahun, semoga senantiasa sehat, datang dari Jawa Tengah bagian tengan ke Jombang di tengah-tengah Jawa Timur. Satunya lagi adiknya bapakku, usianya hanya selisih dua sentimeter. Paman ini berangkat ke Jombang dari Balikpapan. Dia umroh, pulangnya via Jakarta, lanjut ke Semarang marani kakaknya, yang ternyata mau ke Jombang. Ikutlah dia ke Jombang. Wong sepuh-sepuh, ahli silaturrohim, yuswane panjang badannya sehat

Masku yang pejabat desa bercerita tentang bahwa kalau disana dia sambutan di hadapan masyarakatnya, pembukaannya pasti sangat panjang untuk sesi "kepada yang kami hormati...". Ditambah, pembukaannya pakai bahasa Arab, karena lingkungan santri, dan diulang lagi dalam terjemahan bahasa lokal. Tokoh-tokoh yang hadir, semua, harus disebut. Sementara di sini saat memulai sambutan, pembukaannya singkat dan menyebut personal dalam "yang kami hormati..." secukupnya

Masku, pendidikannya di sini memberi sambutannya di sana. Memberlakukan hasil pendidikan di sini untuk di sana. Hasilnya jelas, turun dari panggung, langsung diprotes oleh tokoh lokal. Nama dia dan tokoh lainnya tidak disebut di dalam pidato.Begitu seterusnya.

Ngene, kata beliau, guru kami, bikinlah mereka lego dengan menyebut namanya, karena sampean adalah tokoh yang sedang berada bersama mereka di lingkungan mereka. Biasae mereka yang protes-protes begitu, kita tahu, kemampuannya rendah. Prestasinya atau daya jangkau perannya atau mainannya atau mainnya menthok ya di lokal situ. Saat posisi (dalam tanda kutip) itu tidak dikabarkan, tidak disebut-sebut, ada rasa kurang pernghargaan baginya. Begitulah. Maka, ardhihim, turuti saja, ben lego. Sampean adalah tokoh yang membersamai mereka. Jangan samakan yang di sini dengan yang di sana

Ardhihim maa dumta fii ardhihim,wa daariihim maa dumta fii daariihim; buatlah mereka lega selagi kamu memijak bumi mereka, dan kenali mereka ketika kalian berada di wilayah mereka

Bait syair sebenarnya adalah dialog antar dua sastrawan kondang, Muhmamad ibn Sharaf al-Qayrawani (390-460 H.) dan al-Hasan ibn Rashiq al-Qayrawani (406-458 H.). Konon Ibnu Sharaf al-Qayrawani al-Andalusi mendesak Ibnu Rashiq untuk memasuki Andalusia, Ibnu Rashiq ragu-ragu dan berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun