Mohon tunggu...
Masrokhin
Masrokhin Mohon Tunggu... Dosen - Traveler yang meminati mazhab Geertzian

Memenuhi perintah belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puasa dan Touring

1 April 2024   13:11 Diperbarui: 1 April 2024   13:12 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marhalah untuk Mokah

Marhalah itu jarak tempuh. Satuannya, mudahnya, kilometer. Kini, saat orang bicara jarak, satuannya bukan lagi kilometer. Misalnya, pertanyaan berapa jarak Jombang -- Terminal Bungurasih Surabaya akan dijawab dengan "sekitar dua jam kalau lewat bawah dan tidak terlalu macet, kalau full tol ya paling satu jam kurang". Penanya menunjuk jarak dengan satuannya mestinya kilometer. Yang ditanya menjawab dengan satuan waktu. Keduanya, baik penanya mau yang ditanya tidak terganggu dengan perbedaan itu. Kini, itu sudah lazim. Dan keduanya sudah saling paham. Coba tengok di pintu-pintu masuk menuju jalan tol. Ada penunjuk dari titik lihat ke suatu lokasi. Dari sini ke sana plus minus 110 menit. Beda dengan jalan non-toll yang masih pakai satuan kilometer.

Nyampe Pasar Atum Suroboyo, dari stasiun Jombang, dengan jarak yang cukup jauh menurut hitungan marhalah, membatalkan puasa pada bepergianku ini atas dasar dispensasi bisa jadi pilihan. Ada dalilnya: wa in kuntum mardho aw 'ala safarin .... !! Membatalkan puasa sebelum waktunya di Jombang disebut Mokel, di Kendal dinamai Mokah. Keduanya sama belaka. Ada aturan orang-orang dengan kondisi tertentu boleh tidak melakukan (atau melanjutkan) puasanya

Begini, Sis. Yang disebut definitif diberi dispensasi adalah mardho dan safarin. Keduanya sama, maridh dan safarnya adalah 'udzur untuk melakukan puasa. 'Udzur, bukan mani'. Ada bedanya antara 'udzur, bukan mani'. Haidh, itu 'udzur atau mani' untuk melakukan puasa? Diskusinya nanti kalo ketemu Sadja ya

Subjek mardho ditunjuk dengan "sakitnya yang datang kepada shoim" dalam bentuk isim fail. Maknanya sakit sebagai pelaku. Si penyakitnya yang mendatangi. Kapan saja sakit itu datang menimpa atau ngebreki, shoim boleh membatalkan puasa

Pada safar, tunjukannya menggunakan format masdar. Makna yang  dibawa adalah hasil dari perbuatan. Contohnya kitab (tulisan) adalah hasil dari kataba (perbuatan menulis). Maka, dispensasi pada safar berlaku jika shoim sudah definitif melakukan safar sebelum shiyamnya dimulai. Artinya, baru dibolehkan mokah jika berangkat perginya sebelum Subuh. Kalo berangkatnya setelah Subuh kemudian mokah di perjalanan, itu statusnya berbeda meskipun sama-sama buyar puasanya sebelum Maghrib. Yang pertama menikmati rukhsoh, yang terakhir karena ndableg, atau terpaksa, atau tidak faham regulasi

Format dispensasi dalam ayat puasa itu kalo saja Jibril dulu menyampaikan dengan format wa in kuntum mardho aw 'ala musafiriin yang keduanya berbentuk isim fail, keretaku yang berangkat 05:08 itu bisa mengantarku ke warung sikil (tampak kaki, atasnya ketutup spanduk) di Pasar Atum

Atau, Jibril sengaja mengganti musafirin menjadi safarin karena memfasilitasi manusia agar bisa puasa lebih banyak jika travelingnya tidak menyita energi banget. Puasa tidak menghalangi untuk touring

Atau, di dunia malaikat tidak ada hafalan amtsilah tasrifiyah yang kalo nggak hafal disuruh berdiri dengan satu kaki itu sehingga tidak ada membedakan antara makna safar dan musafir. Yang jelas, Jibril hanya menyampaikan, tidak akan pernah merubah apa pun

Atau, pemalas yang suka ndalil ?

Travellling untuk shoimun, ayo aja

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun