Marhalah untuk Mokah
Marhalah itu jarak tempuh. Satuannya, mudahnya, kilometer. Kini, saat orang bicara jarak, satuannya bukan lagi kilometer. Misalnya, pertanyaan berapa jarak Jombang -- Terminal Bungurasih Surabaya akan dijawab dengan "sekitar dua jam kalau lewat bawah dan tidak terlalu macet, kalau full tol ya paling satu jam kurang". Penanya menunjuk jarak dengan satuannya mestinya kilometer. Yang ditanya menjawab dengan satuan waktu. Keduanya, baik penanya mau yang ditanya tidak terganggu dengan perbedaan itu. Kini, itu sudah lazim. Dan keduanya sudah saling paham. Coba tengok di pintu-pintu masuk menuju jalan tol. Ada penunjuk dari titik lihat ke suatu lokasi. Dari sini ke sana plus minus 110 menit. Beda dengan jalan non-toll yang masih pakai satuan kilometer.
Nyampe Pasar Atum Suroboyo, dari stasiun Jombang, dengan jarak yang cukup jauh menurut hitungan marhalah, membatalkan puasa pada bepergianku ini atas dasar dispensasi bisa jadi pilihan. Ada dalilnya: wa in kuntum mardho aw 'ala safarin .... !! Membatalkan puasa sebelum waktunya di Jombang disebut Mokel, di Kendal dinamai Mokah. Keduanya sama belaka. Ada aturan orang-orang dengan kondisi tertentu boleh tidak melakukan (atau melanjutkan) puasanya
Begini, Sis. Yang disebut definitif diberi dispensasi adalah mardho dan safarin. Keduanya sama, maridh dan safarnya adalah 'udzur untuk melakukan puasa. 'Udzur, bukan mani'. Ada bedanya antara 'udzur, bukan mani'. Haidh, itu 'udzur atau mani' untuk melakukan puasa? Diskusinya nanti kalo ketemu Sadja ya
Subjek mardho ditunjuk dengan "sakitnya yang datang kepada shoim" dalam bentuk isim fail. Maknanya sakit sebagai pelaku. Si penyakitnya yang mendatangi. Kapan saja sakit itu datang menimpa atau ngebreki, shoim boleh membatalkan puasa
Pada safar, tunjukannya menggunakan format masdar. Makna yang  dibawa adalah hasil dari perbuatan. Contohnya kitab (tulisan) adalah hasil dari kataba (perbuatan menulis). Maka, dispensasi pada safar berlaku jika shoim sudah definitif melakukan safar sebelum shiyamnya dimulai. Artinya, baru dibolehkan mokah jika berangkat perginya sebelum Subuh. Kalo berangkatnya setelah Subuh kemudian mokah di perjalanan, itu statusnya berbeda meskipun sama-sama buyar puasanya sebelum Maghrib. Yang pertama menikmati rukhsoh, yang terakhir karena ndableg, atau terpaksa, atau tidak faham regulasi
Format dispensasi dalam ayat puasa itu kalo saja Jibril dulu menyampaikan dengan format wa in kuntum mardho aw 'ala musafiriin yang keduanya berbentuk isim fail, keretaku yang berangkat 05:08 itu bisa mengantarku ke warung sikil (tampak kaki, atasnya ketutup spanduk) di Pasar Atum
Atau, Jibril sengaja mengganti musafirin menjadi safarin karena memfasilitasi manusia agar bisa puasa lebih banyak jika travelingnya tidak menyita energi banget. Puasa tidak menghalangi untuk touring
Atau, di dunia malaikat tidak ada hafalan amtsilah tasrifiyah yang kalo nggak hafal disuruh berdiri dengan satu kaki itu sehingga tidak ada membedakan antara makna safar dan musafir. Yang jelas, Jibril hanya menyampaikan, tidak akan pernah merubah apa pun
Atau, pemalas yang suka ndalil ?
Travellling untuk shoimun, ayo aja