Mohon tunggu...
Ahmad Rojikin
Ahmad Rojikin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis

Tetaplah Hidup

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Alasan Milenial Seringkali Terjebak dalam Gerakan Berbahaya

26 November 2021   23:46 Diperbarui: 26 November 2021   23:49 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Masyarakat Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman, mencakup beraneka ragam etnis, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman, meliputi suku, bahasa, agama, budaya, dan status sosial. Keberagaman dapat menjadi "kekuatan integrasi" yang mengikat masyarakat tetapi dapat menjadi penyebab bentrokan antar budaya, antar ras, antar suku, agama antar nilai kehidupan. Keanekaragaman budaya adalah peristiwa alami karena budaya bersatu bertemu dan berinteraksi satu sama lain, tidak hanya di kalangan masyarakat tetapi juga dikalangan elit politik bahkan akademisi untuk menempati jabatan di berbagai instansi.

Istilah "moderat" terkait dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata "moderation" berasal dari kata moderation yang berarti sikap sedang, bukan sikap berlebihan. Kata "moderat" berasal dari kata Latin "moderatio", yang berarti "moderat" (tetapi tidak kekurangan). Dalam kamus bahasa Indonesia, kata "moderat" berarti menghindari kekerasan atau menghindari yang ekstrem. Kata ini merupakan serapan dari kata "moderat", yang berarti sikap yang selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrim, dan cenderung moderat. 

Pengetahuan tentang keragaman inilah yang memungkinkan orang percaya untuk mengambil jalan tengah (moderat) jika interpretasi kebenaran yang tersedia tidak memungkinkan. Sikap ekstrim biasanya muncul ketika orang percaya tidak mengetahui bahwa ada kebenaran alternatif dari interpretasi lain yang mungkin dia ambil. Dalam konteks ini, moderasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai perspektif dalam beragama.

Tidak hanya itu, mudahnya melakukan indoktrinasi melalui media sosial menjadi strategi baru bagi oknum radikal untuk menyebarluaskan ajaran, dengan menjadikan kalangan milenial sebagai sasaran utama. Tak ayal jika mereka menyasar usia produktif, di samping memiliki semangat yang tengah membara milenial juga sering menghabiskan waktu senggangnya dengan berselancar di media sosial. Secara psikologis, taktik menyerang yang mereka pergunakan ialah lone wolf atau strategi menyerang berskala kecil dan acak. Sehingga, tidak mengherangkan jika milenial mudah terperangkap oleh ideologi radikal yang bertebaran di dunia maya tanpa mereka sadari.

Keberagaman suku, ras, agama, bahasa dan nilai kehidupan yang terjadi di Indonesia, Indonesia seringkali berakhir dengan berbagai konflik. Konflik dalam masyarakat akibat kekerasan antarkelompok yang secara sporadis atau penyebaran yang  meledak di berbagai wilayah Indonesia, Indonesia menunjukkan betapa rapuhnya perasaan persatuan yang terbangun di dalam negara bangsa. Sebagai kekuatan yang menentukan masa depan Indonesia, generasi milenial menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu radikalisme. Beberapa tahun ini peristiwa terorisme yang pelakunya merupakan bagian dari kaum milenial. 

Pelaku aktivisme sebenarnya bisa berasal dari kelompok umur yang berbeda, bahkan milenial. Selain itu, motivasi penyebaran paham radikal sudah mulai berkembang, meski outputnya tidak sekejam dulu. Dengan kata lain, kaum milenial perlu memahami sepenuhnya semua aspek ajaran agama, terutama kitab suci jihad yang sering disalah pahami. Oleh karena itu, penafsiran kitab suci yang terkesan abstrak tidak hanya bersifat literal, tetapi juga berdasarkan konteks zaman.

Vitalitas peran milenial terletak pada pencapaian sikap toleran. Milenial perlu memberikan contoh nyata bagaimana berdiri di antara ekstrem kanan  dan ekstrem kiri yang memahami kitab suci hanya dari perspektif tekstual atau hanya dari perspektif rasional. Jika kaum milenial tidak memiliki pemahaman agama yang memadai dan belum mampu menyeimbangkan interpretasi teks dan konteks, mereka akan mudah disesatkan oleh ideologi radikal yang merajalela saat ini. 

Fenomena kehidupan yang damai dan harmonis hal ini tidak selalu terjadi di Indonesia, masyarakat multikultural Indonesisa bisa hidup berdampingan selamanya akan selalu dinanti, Ketegangan dan konflik Sering muncul di masyarakat Indonesia nemiliki keragaman budaya, agama, bahasa, Ras dan tradisi yang berbeda, pada saat itu beberapa multikulturalisme adalah masalah bagus untuk harmoni dan bahkan kontinuitas bangsa. 

Sikap moderasi beragama pada kaum milineal sangat perlu diperhatikan karena bagian dari tugas anak bangsa untuk selalu berpikir positif terhadap segala sesuatu. Tidak memandang radikal terhadap suatu hal, tidak memandang perbedaan adalah suatu hal yang buruk melainkan menjadikan perbedaan sebagai kekuatan untuk maju bersama untuk NKRI tercinta.

Milenial  perlu menyadari bahwa agama diturunkan secara langsung oleh Tuhan kepada para utusan-Nya. Melihat kenyataan di samping, tentu milenial dapat memaknai peristiwa ini sebagai wujud nyata dari ajaran agama yang mengandung nilai-nilai universal kemanusiaan. sikap mudah melabeli kaum beragama yang sedikit memiliki perbedaan sebagai suatu bentuk kekafiran, kebid'ahan, bahkan kesyirikan perlu dihindari oleh milenial. 

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari sikap tinggi diri dan berujung pada arus radikalisme yang menyerang diri. Sebagaimana semangat jiwa yang muda, kita harus bisa belajar dari orang lain, membiarkan orang lain belajar dari kita, dan mempertahankan keaslian identitas kita sendiri. Itu juga merupakan penangkal terbaik bagi berbagai ideologi radikal. 

Kaum milenial pada dasarnya memiliki citra lebih terdidik, terbuka, dan paham teknologi. Kita sedang menyongsong era beragama yang lebih humanistis dan universal. Dari sini hubungan interreligius tampaknya lebih positif di masa depan kita. Kemandirian generasi ini dalam memanfaatkan teknologi akan mendorong mereka menuju peremajaan keyakinan dan moderatisme beragama, terutama dengan mengajukan pertanyaan dan berpikir kritis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun