Mohon tunggu...
Sigit Anugroho
Sigit Anugroho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekadar buruh yg mencari pelepasan. Semoga Anda berkenan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebangsa Apakah Bangsa Indonesia?

19 Maret 2010   07:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:19 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kiranya Anda akan menjawab apa? Orang-orang pintar seperti Anda, barangkali—kurang lebih—akan bilang kita bangsa besar. Kalau teman-teman saya tukang becak, pengojek, buruh serabutan, dan sejawatnya rata-rata bilang kalau kita bangsa yang tidak jelas. “Bangsa Indonesia bangsa yang tidak jelas!!” kata kawan-kawan saya.

Saya juga bingung menjawab. Beda dengan orang pintar yang kaya pengalaman dan wawasan karena banyak membaca buku. Nah, kalau kawan-kawan saya ini hanya bisa mengeyam informasi dari televisi. Ya, sebatas berita dari televisi. “Sedikit-sedikit ribut. Demo. Maunya apa?” umpat kawan saya yang lain.

Saya menduga kesimpulan kawan saya itu berdasar pada informasi yang dia terima. Karena hanya bisa mengakses informasi dari televisi, maka apa yang ada (khususnya berita) di televisi dianggap sebagai perilaku bangsa.

Benar juga. Seringkali kita melihat berita soal protes dan kekerasan di televisi. Entah pertimbangan apa, asal berbau protes dan kekerasan, sangat laku. Istilahnya punya news value. Bukannya saya tidak suka dengan protes. Saya juga 100% menyukai kekerasan di bagian tertentu pada tubuh untuk membahagiakan pasangan saya. :D

Tapi, kalau cuma protes. Teriak-teriak di jalanan. Pasang spanduk dengan tulisan provokatif. Itu yang saya kurang suka.

Sekadar contoh, belakangan sedang in protes rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama. Protes yang mereka usung (kalau tidak salah) soal kebijakan Amerika. Katanya negara Om Sam itu menyiksa kaum muslim. Jadi, sesama kaum muslim—mereka yang protes mengklaim—harus ikut membela. Kedatangan Obama di Indonesia punya agenda terselubung. Mereka yang protes bilang agenda kaum kapitalis untuk menindas kaum muslim. Dan, karena segala tindakan negatif Amerika, maka mereka wajib mengatakan “Anti Amerika!”

Wah.... Terus terang kalau ini saya tidak setuju. Apalagi kalau sekadar teriak-teriak. Nah, kalau mereka tidak setuju dengan Amerika, apakah cukup cuma sekadar teriak di jalanan? Bukankah lucu kalau mereka menyebarkan virus “Anti Amerika!!” melalui wordpress, Facebook, dan menggunakan Windows?

Bukankah lebih baik mereka yang teriak itu memperbaiki cara perlawanannya? Mengembangkan teknologi, misalnya. Atau membuat terobosan penguatan ekonomi. Apakah mereka yang protes sudah melakukan hal positif untuk menguatkan diri mereka sendiri?

Jangan melawan karya pikiran hanya dengan teriakan apalagi kekerasan. Sampai kapan pun akan menjadi sekadar retorika.

Contoh lain saat kesenian kita diklaim tetangga sebelah. Terus terang, saya juga geram dengan tetangga sebelah. Karena mereka benar-benar nantang.

Tetapi ya apa kita mau memungkiri kalau di Jakarta, misalnya ada Mie Aceh, Bika Ambon, Soto Madura, Masakan Padang, dll? Sama juga di negeri tetangga. Karena banyak orang kita di sana, ya mereka ingin mengenang kenang masa di kampung dulu. Makanya bikin kesenian dari mereka berasal di negeri orang. Tidak salah kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun