Mohon tunggu...
roizul hamm
roizul hamm Mohon Tunggu... Penulis - Santri dan mahasiswa Bangkalan

Pemuda iseng dari madura... Suka banget menulis. Suka humor juga. hari tanpa tertawa itu adalah hari yang terbuang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sholat Id di Rumah Lebih Hangat

23 Mei 2020   13:49 Diperbarui: 23 Mei 2020   13:49 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena sholat ied #dirumahSaja mungkin baru kali pertama terjadi sepanjang sejarah. Keputusan besar tersebut mau tidak mau harus dikeluarkan pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran covid-19 yang bisa jadi fase kritisnya terjadi pada masa-masa idul fitri tahun ini.

Menariknya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih rendah kesadaran akan bahayanya mendekati kerumunan atau keramaian yang sudah menjadi keputusan dunia sebagai hal yang paling beresiko mempercepat penyebaran.

Berbagai hastagpun membanjiri media sosial menanggapi hal ini. Seperti beberapa hari yang lalu, #IndonesiaTerserah menjadi trending topik dibeberapa media informasi.

Tanggapan inipun menuai kontroversi ditengah masyarakat, bukan tanpa alasan, kemunculan hastag (tagar) tersebut diawali dan digagas oleh beberapa tenaga medis sendiri yang seakan acuh tak acuh lagi menangani masyarakat yang juga acuh tak acuh lagi ditangani pahlawan garda depan tersebut. Agak lucu.

Mari kita raba masalah ini.

#IndonesiaTerserah muncul akibat beberapa masyarakat yang terlihat cuek akan himbauan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di beberapa daerah, tepatnya di salah satu pusat perbelanjaan ibu kota.

Dengan Dalih ingin memakai pakaian baru dihari lebaran tahun ini, masyarakat lebih memilih tidak mematuhi aturan. apalagi para penjual yang memang setiap tahunnya bisa lebih meraih omset besar salah satunya jelang lebaran seperti saat ini. Logis memang jika melihat tahun-tahun sebelumnya keramaian yang terjadi saat ini lumrah dan wajib.

Namun jika kita melihat sejarah, pandemi yang pernah terjadi beberapa puluh tahun lalu, korban yang berjatuhan akibat virus lebih banyak terjadi pada gelombang kedua. Artinya masa dimana masyarakat mulai tidak percaya lagi akan bahaya penyebaran dan bahaya keramaian. Masyarakat saat itu sudah merasa aman dengan keluar rumah.

Oke. Kita amati lagi. 

Masyarakat kita lebih banyak memiliki sifat gampang mengaitkan dengan agama, masalahnya disana.

Padahal secara umum, Indonesia memiliki organisasi besar terkait hal itu (MUI). lagi-lagi Masyarakat Indonesia lebih mengaitkan dengan agama dan diukur sesuai pemahamannya sendiri.

Pendapat:

"Masjid ditutup, sholat dilarang, mau jadi apa negara ini."

Saya akui sudah hampir menggerogoti masyarakat umum. Penyebab terbesar nya tetap, yaitu tidak bijak memakai media sosial, kurang bijak menggali informasi. 

Karena jika kita fikir lagi, kurang apa indonesia? Tenaga medis bekerja demi masyarakat, ulama-ulama kompeten bekerja demi umat, pemerintah bekerja demi masyarakat. Tujuannya jelas. Alasannya jelas.

Mari patuhi aturan pemerintah, berdoa dan ambil hikmahnya. Dengan ada himbauan #dirumahSaja kita bisa lebih sadar betapa tidak enaknya tidak bersosial dalam hal beribadah, dengan itu kita bisa lebih semangat lagi beribadah selepas pandemi ini.

Dukung anjuran pemerintah agar lebih cepat kita bisa kembali kepada hakikat manusia sebagai makhluk sosial kembali.

Tabarakallah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun