Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Alasan Mengapa Sekolah Harus Tatap Muka Tahun Ini

28 Januari 2021   08:43 Diperbarui: 28 Januari 2021   10:17 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: infoindonesianews.com

Angka Psikologi covid-19 di negeri ini telah mencapai 1jt kasus. Astaga kaget saya lihat informasi itu menjadi headline dimana-mana, ya alloh. 

Sebagai orang awan di bidang kesehatan saya hanya bisa menjadikan info tersebut sebagai patokan untuk bertindak setidaknya untuk tidak melanggar 3M yang digalakkan pemerintah, setelah itu terpikir di benak 2021 ini sepertinya tidak jauh dari 2020 dunia masih diselimuti pandemi yang tak junjung usai. 

Namun, urusan ekonomi tidak bisa diganggu gugat harus tetap jalan, aktivitas warga yang dibatasi dengan Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak berpengaruh banyak terhadap angka positif covid-19. Justru angkanya terus meroket, di sini saya tidak menyalahkan siapapun.

Nyatanya, urusan perut memang harus didulukan tapi ingat ada puluhan juta siswa dan orang tua telah menggantungkan harapan pada pendidikan. Kalau sekarang banyak kenakalan remaja jangan salahkan guru dan orang tua

Jadi perut dan otak harus seimbang.

Oleh karenanya saya mencoba membuat analisis, setidaknya ada 3 alasan mengapa sekolah harus tatap muka di tahun ini

Dampak negatif pertama yang dikhawatirkan akan terjadi jika terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka adalah putus sekolah. Risiko putus sekolah menjadi makin besar karena anak terpaksa harus bekerja membantu perekonomian keluarga di tengah krisis pandemi COVID-19. 

Persepsi orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar juga menjadi penyebab banyak orang tua memutuskan untuk menghentikan anak sekolah.

Butuh Sentuhan Guru

Kalau kita hitung setidaknya sudah hampir satu tahun siswa belajar dari rumah, seingat saya bulan maret tahun lalu mereka mulai BDR. Dengan tanpa ada sentuhan langsung akan menjadikan perbedaan akses dan kualitas membuat kesenjangan capaian belajar terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda. Hilangnya pembelajaran tatap muka secara berkepanjangan juga berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang baik secara kognitif maupun perkembangan karakter.

"Sentuhan guru" di sini yang saya maksud bukan sentuhan secara langsung, macam sentuhan fisik, berupa pukulan atau cubitan saat mereka nakal. Tapi hadirnya sosok seorang guru dalam proses belajar.

Tekanan Batin

Minimnya interaksi sosial dengan guru, teman serta lingkungan, ditambah tekanan pembelajaran jarak jauh dapat menyebabkan anak tertekan dan stres. Tekanan dari sekolah yang harus tetap menjalankan tugas sekolah tanpa ada pendampingan khusus dari guru membuat mereka kurang diperhatikan sedang kurikulum harus tetap berjalan. 

Meski kemendikbud sudah memberikan keluwesan dalam penyampaian materi, tapi d i lapangan tidak semudah itu, hambatan-hambatan dalam pembelajaran seperti kurangnya akses internet dan infrastruktur lain menjadikan pembelajaran makin susah.

siswa belajar dari rumah. Merdeka.com
siswa belajar dari rumah. Merdeka.com

Batin yang tertekan sudah pasti bukan hal baik bagi siswa yang masih dalam masa pertumbuhan, kecenderungan siswa yang mudah terpengaruh dengan lingkungan juga akan menjadi masalah baru bagi model pembelajaran daring seperti ini.

Orangtua Sudah Capek

Melibatkan orangtua dalam KBM adalah cara terbaik agar BDR tetap berjalan, orangtua juga memiliki kedekatan psikologis dengan anaknya, mereka tahu saat-saat anaknya sedang senang untuk belajar dan saat mereka mulai jenuh untuk belajar. Tapi, tidak semua orang tua mampu menjalankan tugas sebagai pengganti guru.

ayobandung.com
ayobandung.com
Karena justru membebani mereka yang seakan tugas itu menjadi tanggungan mereka, seringkali juga karena merasa terbebani orang tua yang mengerjakan tugas anaknya. Kalau sudah begini yang pintar orangtunya bukan anaknya. Bahkan ada yang cletukan nanti kalau sudah lulus orang tua juga diberi Ijazah karena sudah ikut sekolah hahaha... 

Tiga hal di atas tidak ada apa-apanya memang jika langsung kita bandingkan dengan semakin meningkatnya angka positif covid19, jika sektor ekonomi harus tetap jalan kenapa pendidikan jalan di tempat. Apa salahnya???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun