Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Menteri, AKM Itu Tabu... Sedang Siswa Kita Masih Halu...

26 Januari 2021   10:28 Diperbarui: 26 Januari 2021   11:13 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lanjutan soal (2) | dokpri

Sebelum tulisan ini saya mulai, bukan bermaksud untuk disklaimer terhadap diri sendiri, saya bermaksud untuk mengeluarkan uneg-uneg terkait dengan ASSESMEN NASIONAL sebagai pengganti Ujian Nasional. 

Ya, mungkin tulisan ini termasuk telat dan tidak up to date mengingat ASSESMEN NASIONAL kabarnya diundur sampai bulan Oktober. Tapi, Izinkan saya untuk sedikit memberi masukan.

Baik, jadi begini ...

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa ASSESMEN NASIONAL terdiri atas Asesmen kompetensi Minimum (AKM) yang berisikan soal-soal untk melatih literasi dan numerasi siswa, survey karakter dan survey lingkungan belajar. 

Nah, saya ingin langsung fokus pada pembahasan saya terkait dengan "Literasi". Maaf ini saya beri tanda petik memang kalimat ini multi tafsir menurut saya sejak namanya naik, bahwa kata literasi tidak hanya menyangkut tentang membaca saja, tapi terkait untuk menghitung dan menganalisis, sejak saat itu kata ini menjadi mengerikan. Sebuah kata yang multi tafsir ini jika disampaikan ke anak-anak pasti akan menguap.

Ok, begini..

Bukan bermaksud pesimis dengan AKM, tapi saya ingin melihat dari kaca mata lapangan, dari orang yang memang berinteraksi langsung dengan objek assesmen ini, maaf sekali lagi jika saya sok tahu dan cenderung menyalahkan. 

Lanjut ya ...

Dalam soal AKM kurang lebih seperti ini konsepnya, jadi siswa diberikan info grafik, paragraf, biografi dan semacamnya, yang kalau kita bandingkan dengan soal UN itu memang soalnya agak panjang. Dan di sini mungin titik tekannya "Siswa harus membaca secara keseluruhan teks tersebut agar dapat mengerjakan soal." 

Bolehkan ini saya sebut sebagai pemaksaan pak, bukan apa-apa pak itu teksnya panjang sekali, pertanyaan saya pak, siapa orang yang semangat jika diberi bacaan sepanjang itu???

Coba kita tes di sini 

soal literasi AKM (1) | dokpri
soal literasi AKM (1) | dokpri
Lanjutan soal (2) | dokpri
Lanjutan soal (2) | dokpri
Sekedar informasi saja itu tidak semua saya masukkan soalnya, ada sekitar 4 gambar lagi untuk satu soal,

Sekarang rekan-rekan kompasianer berfikir jika kita diberi soal sepanjang itu, pasti yang ada di pikiran kita yah panjang sekali.

Jadi, menurut saya memaksa siswa membaca dengan cara ini kurang elegan, justru malah dengan soal yang over seperti ini semakin membuat minat baca semakin menurun.

APA BUKTINYA MINAT BACA TURUN???

Saya akan mencoba memberikan buktinya. 

Saya membuat sebuah kuis, nah untuk membuka kuis tersebut siswa harus memasukkan password, password-nya saya heading 1 menjadi besar seklai,, oke seperti ini, dengan harapan anak-anak dapat membaca secara jelas infonya.

password mencolok dengan font yang besar sekali, dan tidak banyak sesuatu yang siswa baca. | dokpri
password mencolok dengan font yang besar sekali, dan tidak banyak sesuatu yang siswa baca. | dokpri
Dan,,, hasilnya .....

banyak siswa yang bertanya | dokpri
banyak siswa yang bertanya | dokpri
OK, dari sini bolehkan saya mengambil kesimpulan bahwa literasi siswa masih lemah. Tulisan sebesar itu apakah tidak terbaca oleh Kompasianer???

Dan semisal saya ada di posisi pemerintah pasti juga akan membuat kesimpulan yang sama, tapi bedanya saya orang yang berinteraksi langsung dengan objek penelitian. Jadi minimal saya tidak salah dalam mengambil kesimpulan. 

Ibarat kata mereka diberi makan sedikit, tidak habis. Apakah kita akan memberikan porsi yang lebih banyak atau dengan kata lain memaksa mereka untuk makan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan apa kira-kira yang menjadi penghambatnya???

Hnmmm ... Sebuah renungan, bahwa kesimpulan dari sebuah penelitian harus benar-benar diteliti dan logis jangan sampai siswa hanya menjadi kelinci percobaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun