Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal "Kondangan" Tradisi Bertukar Berkat yang Tak Lekang oleh Waktu

23 April 2020   13:22 Diperbarui: 23 April 2020   13:24 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi banyak orang "kondangan" adalah datang menghadiri undangan hajatan, biasanya penikahan atau khitanan. Tapi bagi masyarakat tempat tinggal saya di dusun Aran-aran desa Sumberejo Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, kondangan juga berarti menggelar syukuran seperti akan menyambut bulan puasa seperti ini.

Belakangan baru saya tahu bahwa makna kondangan tak lebih hanya sekedar menyambut bulan-bulan penting, waktu tetangga saya membangun rumah "ngedekno cagak omah" juga diadakan kondangan, bahkan tetangg saya yang motornya baru juga mengundang para tetangga untuk dimintai doa. 

Kondangan telah menjadi budaya atau tradisi yang dijalankan oleh masyarakat di Dusun saya tinggal. Kebiasaan ini sekilas mirip dengan acara sadranan atau "nyadran" yang merupakan tradisi banyak masyarakat Jawa setiap menjelang bulan puasa. 

Namun, dalam kondangan tidak ada ziarah kubur bersama. Mereka yang ingin mendoakan keluarganya yang telah tiada biasanya berziarah sendiri pada waktu yang berbeda. 

Kondangan di tempat saya dihadiri para bapak, berbeda dengan kondangan di daerah Klaten dan khususnya daerah jawa tengah yang lebih banyak diikuti oleh kaum wanita dan anak-anak. Para bapak atau suami biasanya hanya mengantar atau menunggu hingga acara selesai.

Perbedaan lain di dusun saya kondangan dilakukan pada saat malam hari ba'da magrib, sedang di daerah jawa tengah dilakukan di sore hari.

Kebersamaan sangat terasa dalam kondangan. Sebelum acara dimulai warga yang datang saling berbincang dan bercanda. Beberapa orang  yang biasanya duduk bergerombol pun saling bertegur sapa. 

Meski mungkin tak banyak yang diucapkan, tapi pertemuan itu boleh jadi tempat saling curhat orang-orang yang seharian bekerja keras untuk mencari hasil bumi. 

Maklum saja mata pencaharian sebagian besar masyarakat di desa Sumberejo selain tani  adalah "ngamper" penambang pasir untuk dijual ke para pemborong yang datang membawa truk. 

Daerah saya tanahnya memang berpasir, jika masih menunggu masa tanah subur biasanya orang-orang menggali tanah kemudian diayak dan diambil pasirnya.

Saya yang tidak tahu banyak tentang ilmu "ngamper" lebih banyak diam, sambil sesekali menyauti seadanya. Tiap kondangan memang saya lebih suka sebagai pendengar karena memang tak merasakan beban berat sebagai seorang penambang pasir. 

Anggota kondangan tidak begitu banyak, biasanya memang hanya satu lingkup RT itupun tidak semua, hanya beberapa tetangga yang berdekatan saja. Untuk warga dusun yang lain juga melakukan hal yang sama tergantung letak rumahnya. 

Biasanya hanya terdiri dari 9-10 orang saja. Nah, kebetulan generasi bapak sudah tua sehingga yang ikut kondangan adalah seangkatan saya, dalam acara kondangan hanya diikuti oleh perwakilan kepala keluarga.

Dilaksanakan di Rumah-rumah

Tak seperti di daerah lainnya, kondangan di dusun saya tidak dilakukan di masjid  atau mushola, namun di rumah-rumah berpindah setiap waktunya. Tak ada jadwal tertentu, biasanya pak Sardi yang mengusulkan diadakan dimana. Kita sebagai warganya hanya mengikuti saja.

Dugaan saya karena dulu masih belum ada mushola di dekat sini, hingga kondangan diadakan di rumah-rumah, sekarang sudah dibangunkan mushola pun orang-orang tak mau di mushola. Gak bisa ngerokok katanya, ada yang mengatakan kalau di mushola gak boleh ramai.

Hal lain yang saya sadari ternyata dalam acara kondangan ini, tidak ada sambutan dari pemilik rumah, tidak ada pembawa acara, susunan acara apalagi, acara kondangan hanya berisi doa yang dilantunkan secara cepat, paling sekitar 1 menit. Selebihnya kepulan rokok dimana-mana, ttak lebih dari hanya sekedar "njagong" berbincanga-bincang. Sesuatu yang nampak sederhana namun syarat makna.

Tiap Kepala Keluarga membawa 2 berkat

Berkat yang dibawa oleh masing-masing individu sejumlah dua, dimana saat datang kita meletakkan dua berkat tersebut dengan berkat yang lainnya. Setelah acara selesai, setiap kepala keluarga akan saling bertukar berkat.

Dalam sejarah tukar-menukar berkat ini masih belum pernah membawa pulang berkat sendiri wkwk. Sesuatu yang saya yakini juga tidak berlaku bagi anggota kondangan. Jika saya pulang membawa berkat yang saya bawa tadi jelas akan kena semprot emak yang susah payah membuat berkat untuk ditukar.

Isinya juga beragam yang penting ada nasi dan lauk pauk, tidak ada ketentuan jumlah tempe,tahu, maupun ayam yang penting bungkusnya sama : rege atau orang-orang menyebutnya besek dan dibungkus kantong plastik.

Saling bertukar berkat

Konon katanya, kantong plastik itu pertanda bahwa berkat itu milik kita, sehingga kemungkinan tertukar sangat sedikit. Memang entah berlaku bagi keluarga sata atau bukan, sebelum berangkat kondangan ibuk selalu membreaf jenis kantong plastik yang kita miliki agar kita tidak salah membawa pulang berkat itu lagi.

Berkat syarat akan makna

Dulu waktu kecil, saat disuruh kondangan saya suka "membandingkan" isi berkat. Saat sampai dari rumah 2 berkat yang saya bawa langsung saya buka saat menemui makanan yang tidak sesui saya kecewa dan marah, maklum anak kecil suka membanding-bandingkan. la endi iwake, kok gak odo ambek te ibuk? lakok mek 1? (mana ikannya kok gak sama punya ibu, kok hanya satu?)

Saaat ibuku tahu hal ini langsung ditegur. Ora oleh koyok ngunu wes dimaem sak onoe, katanya sambil tertawa kecil. Sesuatu yang menggambarkan sikap gotong royong yang penuh kerelaan.

Kini saat sedang pulang kampung, rasanya ingin bernostalgia untuk kondangan seperti waktu kecil dulu, sebuah tradisi yang dilestarikan sampai sekarang dan tak lekang oleh waktu meski masa pandemi covid19 seperti ini.

Semoga nanti malam saya tidak membawa berkat yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun