Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gara-gara Belajar di Rumah Siswa Jadi "Banyak Tanya", Pertanda Apa?

19 April 2020   18:14 Diperbarui: 19 April 2020   21:28 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akibat tidak membaca petunjuk tugas, siswa tidak dapat menyelesaikannya.| Dokumentasi pribadi

Indikasi Rasa Ingin Tahu Meningkat atau Literasi Kian Sekarat?

Peribahasa mengatakan “Malu bertanya sesat di jalan.” memang benar adanya. Salah satu kodrat manusia adalah untuk mencari tahu apa yang belum diketahui. Disadari atau tidak, sebenarnya seseorang lebih banyak belajar dari pertanyaan daripada jawaban.

Karena secara naluriah kita akan tertarik pada hal baru, untuk lebih memperdalamnya maka perlu proses eksplorasi diri dengan mencari jawaban dari pertanyaan tersebut agar tidak tersesat.

Hal seperti ini tentunya baik dilakukan oleh siswa yang sedang dalam masa pertumbuhan. Dan sudah menjadi tugas guru untuk meluruskan asumsi yang salah serta menjawab segala sesuatu yang ditanyakan muridnya. 

Namun ada juga ungkapan yang populer lawan dari "malu bertanya sesat dijalan" yaitu “banyak bertanya, memalukan.” 

Terkait dengan "banyak tanya" sebuah ungkapan untuk pertanyaan yang tidak penting, diulang-ulang, atau sesuatu yang mudah dicari jawabannya. Ini baru mungkin plesetan peribahasa itu ada benarnya.

Biasanya anak yang suka bertanya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga hal baru yang belum diketahui akan langsung dicari tahu. Dalam konteks ini siswa yang banyak bertanya bisa jadi merupakan indikasi bahwa si anak ini adalah cerdas, punya rasa ingin tahu yang tinggi, haus akan pengetahuan dan bisa dikatakan kreatif. 

Biasanya juga anak yang lemah literasi, kurang fokus terhadap sebuah informasi sehingga pertanyaan yang muncul jawabannya sudah jelas dalam informasi tersebut. Bukan apa-apa, hal semacam ini tentunya akan mempermalukan dirinya sendiri. 

Untuk itu,

Mari kita bedakan rasa ingin tahu dengan lemah literasi 

Sumber ilustrasi: psikologianak
Sumber ilustrasi: psikologianak

Rasa ingin tahu (curiosity) melekat pada diri manusia karena pikiran manusia berkembang dari waktu ke waktu rasa ingin tahunya atau pengetahuannya selalu bertambah sehingga menjadi sebuah pengetahuan. 

Ada 2 faktor yang menyebabkan rasa ingin tahu tinggi pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal. 

Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri, artinya ia memiliki kecerdasan yang tinggi. Orang yang memiliki kecerdasan tinggi biasanya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Sedangkan untuk faktor eksternalnya adalah daya tarik dari sebuah topik dan seberapa populernya topik tersebut. 

Daya tarik dari sebuah topik tergantung dari pribadi masing-masing karena tiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda terhadap sesuatu. 

Sesuatu yang sedang populer akan mengundang rasa penasaran walaupun sebenarnya bukan topik yang menarik bagi orang tersebut.

Sedangkan, salah satu dari 5 penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia adalah malas untuk membaca. 

Kurang minat baca adalah penyebab rendahnya budaya literasi di Indonesia. Terkadang, beberapa orang merasa tidak mengerti manfaat membaca sehingga tidak tertarik untuk melakukannya.

Membaca membutuhkan waktu khusus memang, tetapi membaca itu memiliki banyak manfaat. 

Negara kita memang masih kurang literasi buktinya, kementerian pendidikan punya program literasi di sekolah, masih sering terjadi salah paham antara guru dengan siswa terkait kebenaran informasi. 

Kadang kala memang karena malas membaca petunjuk tugas menambah-nambah pekerjaan guru.

Lemah literasi juga berakibat fatal terkait dengan petunjuk pengerjaan tugas masa belajar di rumah seperti sekarang ini, tidak hanya memalukan diri sendiri kebiasaan bertanya sebelum membaca juga akan menyesatkan diri sendiri.

Akibat tidak membaca petunjuk tugas, siswa tidak dapat menyelesaikannya.| Dokumentasi pribadi
Akibat tidak membaca petunjuk tugas, siswa tidak dapat menyelesaikannya.| Dokumentasi pribadi
Jika dicermati maka kita akan menemukan dua peristiwa penting pada gambar diatas. Pertama, karena tidak membaca petunjuk tugas siswa tidak dapat mengerjakan tugas karena sudah melebihi batas waktu yang ditentukan.

Kedua, siswa tersebut tidak bertanya terlebih dahulu terkait batas waktu pengerjaan tugas, atau kemungkinan yang terburuk adalah dia tidak paham sama sekali dengan instruksi tugas menggunakan bahasa Inggris.

Saya lagi kesel memang akhir-akhir ini WhatsApp lagi ramai japri mengenai pertanyaan terkait dengan tugas, WAG juga demikian, rasa kesal saya makin bertambah lantaran tidak bisa melampiaskan emosi langsung. 

Sejak WFH diberlakukan dunia serba virtual, bahkan "marah-marah" ke siswa pun dilakukan secara online. 

Tapi, belakangan karena sudah terlalu sering dibikin kesel saya jadi irit bicara, dengan sebuah jargon "budayakan membaca" sekiranya sudah cukup untuk membuat mereka sadar saya lagi marah-marah.

Bahkan jargon itu kini sering saya buat story WhatsApp agar menancap di benak mereka. Biar mereka paham saya capek jawab chat satu persatu.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Memang, guru harus sabar, menjawab segala permasalahan siswa. Menyelesaikan masalah serta memberi solusi. Adakalanya juga guru juga menjadi panutan bagi siswanya agar mereka termotivasi untuk selalu berpikir sebelum bertindak, membaca sebelum mengerjakan.

Ini penting, membiasakan diri membaca sebelum mengerjakan soal harus tekankan sejak awal.   

Di sekolah gerakan literasi sudah berjalan, gerakan ini biasanya dilakukan di pagi hari sebelum memulai aktivitas belajar mengajar.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk gemar membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hidupnya.

Sudah saatnya diadakan Gerakan Literasi Rumah (GLR) sebagai ganti dari (GLS) selama pandemi Covid-19 untuk tetap menjaga budaya literasi selama belajar di rumah.

Akan sangat memalukan jika dunia pendidikan yang harusnya lekat dengan literasi tak mampu mengarahkan siswa untuk membiasakan diri untuk berliterasi. 

Sudah waktunya budaya literasi harus kembali digalakkan. Apalagi informasi di masa pandemi Covid-19 seperti ini jika tidak biasa membaca informasi yang didapatkan akan salah kaprah.

Jadi, mereka kurang baca atau perasaan saya saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun