Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingin Hidup Sederhana? Belajarlah dari Buruh Tani

21 November 2019   18:50 Diperbarui: 21 November 2019   19:04 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buruh tani yang menggarap lahan milik orag lain. Sumber: Tempo.co

 Sebenarnya, Etis gak sih  membandingkan profesi polisi dengan buruh Tani?

Sepertinya memang tidak sebanding, namun telah adanya himbauan untuk hidup sederhana nampaknya cukup menarik melihat kehidupan para buruh tani. Sebuah profesi yang dekat dengan kekuasaan dari orang lain. Berbanding terbalik dengan polisi yang mampu 'menguasai' orang lain apabila ia bersalah.

Wajar sepertinya Kapolri Idham Azis menghimbau agar polisi bisa hidup sederhana. Karena memang sekarang sosial media bukan hanya sebagai media komunikasi dan berbagi, terkadang medsos sudah beralih fungsi sebagai tempat pamer. Apalagi yang pamer adalah polisi sebuah profesi yang "dibenci" masyarakat. 

Sebuah himbauan mengandung makna retoris

Hidup sederhana itu bisa berbagai macam di kepala orang. Ada yang punya pandangan sederhana adalah hidup yang  tidak berlebih-lebihan. Jadi, pada dasarnya hidup yang apa adanya atau biasa saja tidak harus menuntut ini itu termasuk hidup sederhana dalam pemilikan barang pribadi yang secukupnya. Namun, sederhana versi polisi tentunya berbeda dengan sederhana versi buruh tani. 

Bagi buruh tani menjadi petani berarti siap untuk menderita. Bahkan dalam kondisi yang sangat tertekan sekalipun, mereka petani masih dihadapkan dengan harga pupuk yang mahal, gagal panen, pengaruh iklim yang tak bersahabat akibat pemanasan global, bencana alam lainnya, ancaman hama, ditambah segudang regulasi dan kebijakan pemerintah yang tidak pernah memihak kepada para petani. 

Kapolri Idham Azis mengungkapkan ada  dua alasan yang menjadi latar belakang diterbitkannya surat telegram terkait penerapan hidup sederhana dengan tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme. Alasan pertama yaitu karena anggota kepolisian harus memberi teladan bagi masyarakat. Kedua, untuk mengingatkan anggota Polri agar tidak menyimpang dari tugasnya.

Alasan yang cukup masuk akal, mengingat kepolisan merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari salah satu fungsinya untuk menegakkan hukum. Secara jelas dalam UUD tahun 1945 pasal 30 ayat 4 "Kepolisian Negara Republik Indonesia berfungsi  menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum".

Sangat memalukan tentunya kalau polisi sendiri tidak mampu menegakkan hukum yang ditetapkan oleh Kaporli melalui Surat Telegram Nomor: ST/30/XI/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019 tentang larangan polisi pamer kemewahan, meski hanya di media sosial

Hidup hedonisme dan pamer kemewahan di media sosial sepertinya sangat jauh dari kehidupan buruh tani. secara sederhana hedonisme dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang memusatkan tujuan hidup kepada hasrat untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan kegunaanya. Dapatkan kita mengetahui tingkat kebutuhan seseorang? bukankah ukuran mewah itu sangat relatif.

Berandai-andai buruh tani yang dekat dengan kesederhanaan dan kemiskinan mendapatkan himbauan untuk hidup sederhana adalah sebuah keniscayaan. Dalam satu periode musim panen seorang buruh tani harus bisa memenejemen hasil panennya agar cukup digunakan sampai waktu panen lagi. 

Sudah barang tentu para buruh tani adalah orang-orang yang sangat bergantung pada orang lain serta bergantung pada alam. Penulis tidak pernah menemui peralatan yang digunakan buruh itu berlebihan, cangkul misalnya buruh tani di tempat saya rata-rata hanya mempunyai satu cangkul, Ia tidak akan beli sebelum benar-benar rusak. Apalagi sampai dipamerkan di sosial media, nampaknya mustahil.

Saya juga hampir tidak pernah menemukan ada oknum buruh tani yang pamer kemewahan atau hanya sekedar nongkrong untuk menghabiskan waktu sorenya. Mereka seakan dikejar waktu karena di sore hari hewan ternak sudah tentu menunggunya. Waktu malam hari juga tidak banyak aktifitas yang bisa mereka lakukan, karena tenaganya sudah banyak terforsir. Bisakah aktifitas hidup seperti ini kita anggap sederhana? sekali lagi relatif!

Bagaimana dengan pola hidupnya?

Buruh tani adalah pekerjaan yang diawali di pagi hari dan diakhiri pada siang atau sore hari. Jarang ditemukan petani yang beraktifitas di sore bahkan sampai malam hari. Pekerjaan berat yang mereka lakukan, memaksa mereka untuk tidur lebih awal dan bangun lebih pagi untuk menghindari terik matahari, bahkan ada stigma negatif kalau ada petani yang malas untuk memulai pekerjaannya. Tidak ada sejengkal pun dari dirinya yang bisa dipamerkan ke orang lain, apalagi untuk dipamerkan ke media sosial, bagi mereka panggung terbaik adalah bekerja semaksimal mungkin agar mendapat upah tambahan dari tuan tanah. 

Memang seringkali kita membandingkan sesuatu yang tidak sebanding, tapi alangakah lebih baik kalau kita bisa mengambil pelajaran hidup dari orang lain. Sekali lagi saya tidak merendahkan pekerjaan buruh tani memang seperti inilah adanya dalam pandangan penulis orang yang mampu hidup sederhana adalah orang yang mampu menjaga perasaan orang lain dengan tidak mengukur kata mewah dari diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun