Â
Pak Iriawan memang telah resmi terpilih sebagai ketua umum PSSI terbaru periode 2019-2023. Bahkan menang mutlak dalam Kongres Luar Biasa induk sepakbola Indonesia yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, sabtu 2 November 2019, berhasil mengumpulkan 82 suara dalam proses pemilihan. Artinya, pak Iriawan  hanya kehilangan tiga suara dari kongres kali ini lantaran memilih abstain. Sedangkan, ada satu suara yang tidak ikut pemilihan.
Namun, tidak ada orang tanpa celah, di dalam hotel berlangsung penetapan ketua umum PSSI yang baru, diluar ada ratusan ya walaupun jumlahnya tidak sebanyak demontrasi mahasiswa yang lalu, nampaknya massa ini adalah simpatisan dari keenam calon ketum yang keluar dari bursa pemilihan ketum PSSI yang baru.Â
Bayangan saya sebelum keenam orang ini keluar gedung ada hujan interupsi soal proses kongres yang mereka anggap kurang transparan, atau memang keenam orang ini diusir lantaran menghambat jalannya kongres. Namun saya tidak mau berspekulasi berlebih, yang jelas jenengan resmi terpilih. Dari berbagai media juga memberitakan bahwa salah seorang caketum PSSI turut serta dalam aksi demonstrasi dan menyerukan agar suporter memboikot PSSI dengan cara tidak menonton langsung timnas, ntar ini benar atau salah wa allahu a'lam, begitu prestisuiskah jabatan ini pak?.
Pak Iriawan, kalau jadwal liganya bisa tertata dengan rapi, suporternya sportif, setidaknya saya punya pembelaan kok buat PSSI, tidak jauh-jauh kemaren saja kita berhasil memenangkan hati FIFA agar mau memberikan kepercayaan kepada Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia u20, hal semacam ini adalah kerja keras para petingi PSSI.Â
Tapi pak, jika dalam masa jabatan bapak selama empat tahun kedepan ditemukan match fixing yang melibatkan pengurus PSSI (lagi), janga salahkan kalau publik mengaitkan kekalahan timnas dengan kinerja PSSI yang amburadul.Â
Mengutip kata-kata dari pak Edy Rahmayadi bahwa "Wartawan harus baik. Jadi kalau wartawannya baik, timnasnya baik,"Â adalah benar adanya pak, wartawan termasuk juga netizen harus baik, mengeritik dengan penuh tanggung jawab, Mengeritik dengan bukti, tidak hanya mengaitkan kekalahan timnas dengan 'dosa' yang pernah pengurus PSSI buat, tapi tenang pak, saya termasuk orang yang bisa mengendalikan emosi.
Sebagai wakil ketua 1 Pak Cucu Sumantri yang seorang  Perwira bintang dua TNI AD adalah pasangan yang pas, duet polisi dan tentara yang akan memasuki masa pensiun pada bidang masing-masing.Â
Bagaiman dengan Pak Iwan Budianto? Ia pernah dilaporkan oleh Perseba Super Bangkalan karena meminta uang setoran Rp 140 juta agar timnya bisa jadi tuan rumah 8 besar Piala Soeratin 2009. Pada waktu itu Iwan menjabat sebagai Ketua Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI). Sampai saat ini, kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan. Iwan pun mundur sebagai CEO Arema dan fokus di PSSI sebagai Wakil Ketua Umum.'bukan kaleng-kaleng' memang, hal semacam ini tidak bisa dijadikan acuan seseorang baik atau tidak, karena dalam ranah hukum itu bukanlah ukuran, tapi benar dan  salahnya yang menjadi ukuran. Seingat saya ada sebuah Asas di mana seseorang dianggap tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah (Presumption Of Innocent) atau lebih tepatnya praduga tidak bersalah. Buat apa menuduh tanpa bukti toh kita juga bisa dilaporkan balik atas pencemaran nama baik. Selebihnya dalam empat tahun masa jabatan bapak, asalkan tidak ditemukan match fixing saya kira sudah bagusÂ
Dari 8 program yang bapak usung dulu waktu kampanye mulai dari Pengembangan Usia Muda, Digitalisasi Data Sepak Bola, Soccer Camp, Membangun Kantor PSSI, Juara Piala AFF 2021, Juara Piala AFC 2022, Lolos Piala Dunia 2026 sampai niat bapak untuk bersih-bersih PSSI dari Match Fixing, Sudah pak jangan muluk-muluk.Â
Justru publik berekspektasi berlebih kepada bapak, terkait komitmen dalam memberantas suap-menyuap dalam tubuh persepakbolaan negeri ini, karena hal semacam ini lebih berdosa apabila dibiarkan daripada hanya sekedar bisa memenuhi target juara AFF maupun bisa lolos piala dunia 2026.Â
bukan apa-apa pak, selama ini belum ada pejabat yang gentle mengakui kesalahannya di depan publik, hal semacam ini justru lebih sakit dari kekalahan timnas yang sudah berjuang mati-matian di ajang Internasional. Karena sebenarnya sanksi sosial akan jauh lebih menyakitkan dari sanksi pidana.