Saya tidak akan memulai tulisan dengan sejarah sumpah pemuda atau membandingkan pemuda jaman M Yamin dengan pemuda jaman sekarang ; yang sudah sering kita lihat pada judul-judul artikel yang ada. Namun saya akan langsung pada point yang saya sampaikan tanpa basa-basi berikut pandangan saya tentang sumpah pemuda serta kaitannya pemuda milenial.
Berdasar UU Nomor 40 Tahun 2019 Pasal 1 ayat 1 tentang Kepemudaan menyatakan bahwa "batas usia muda dimulai dari 16-30 tahun". Namun sepertinya UU ini harus segera diperbarui karena berdasar  keputusan World Health Organization WHO PBB yang terupdate disebutkan usia pemuda dimulai dari 18-65 tahun.Â
Aturan baru ini dirubah karena ada study yang menyebutkan bahwasanya peningkatan gizi manusia terus bertumbuh, sehingga kekuatan metabolisme tubuh semakin kuat walaupun sudah mencapai umur 60 tahun.
Dengan ini WHO menilai bahwa kualitas kesehatan dan harapan hidup rata-rata manusia di seluruh dunia menetapkan kriteria baru.
merujuk pada judul yang saya buat, saya sebenarnya tidak hanya melihat sesuatu yang stagnan atau cenderung regresif dikalangan pemuda yang menurut benak kita kita semua adalah anak muda, yaa kira-kira yang masih berusia di bawah 30 tahun, namun bisa saja tulisan ini ditujukan kepada semua orang yang berusia dibawah 65 tahun berdasar keputusan WHO tersebut.Â
jadi, saya akan memulai dengan sebuah keresahan ini, ketika bapak Joko Widodo mengumumkan para menterinya, ada pidato beliau yang menarik untuk di cermati pada penutupan pitadonya beliau menekankan ya bisa kita sebut sebagai kesimpulan dari pidatonya bahwa "jangan terjebak pada rutinitas yang monoton"
Rutinitas yang monoton? ha? maksudnya bagaimana ini? wah bisa gagal paham saya ini. Apakah menteri yang kerja hanya dengan gaya itu-itu saja  termasuk dalam kategori ini? atau yang seperti apa?Â
ini dia kutipan bapak Jokowi yang saya maksud;Â
Bapak Joko Widodo punya target pada 2045 mendatang Indonesia bisa masuk 5 besar negara ekonomi terkuat di dunia dengan pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahunnya. Serta angka kemiskinan bisa ditekan hingga 0 persen.
Untuk mewujudkan ini, Jokowi menilai harus ada inovasi baru. Sehingga tidak hanya cara-cara lama yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan bangsa.
"Di Dalam kehidupan yang penuh risiko ini, yang berubah-ubah, dan yang kompetitif, kita harus selalu mengembangkan cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas yang monoton,"