Roikhatun Nurul Janah Mahasiswa S1 Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unissula
Analogi, momok biasa orang sebut hantu atau suatu hal yang menakutkan. Matematika identik sebagai pelajaran horror, "menakutkan" begitulah pendapat sebagian para siswa. Sebagian siswa yang lain mengatakan matematika mata pelajaran yang sangat menyebalkan, bikin pusing menguras pikiran, super rumit, njilmet, bikin bete, dan bikin stress.Â
Seperti bertemu dengan hantu yang menyeramkan, begitulah ekspresi siswa yang dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya hanya karena nilai matematikanya jeblok. Bagi siswa yang tidak suka matematika, mata pelajaran ini dianggap momok. Sehingga, mereka akan malas-malasan belajar dan akhirnya mendapat nilai yang jelek.
Sebenarnya matematika bukanlah momok dalam mata pelajaran yang harus ditakuti. Justru matematika adalah ilmu yang menyenangkan. Matematika adalah ilmu dasar yang pembelajarannya dapat melatih kemampuan siswa untuk berpikir kritis, logis dan juga meningkatkan kemampuan analitis siswa dalam melihat suatu permasalahan. Argumentasi bahwa matematika adalah ilmu pasti itu salah. Karena pada dasarnya matematika itu abstrak. Hal ini yang menyebabkan mata pelajaran matematika sulit untuk berkembang. Â
Meski begitu, matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari antara lain: ilmu ekonomi, managemen, biologi, fisika dan bidang lainnya. Sehingga dalam kegiatan kita sehari-hari kita tidak bisa lepas dari matematika. Hal itu dapat dilihat dari proses jual beli di pasar atau supermarket. Oleh sebab itu, matematika menjadi mata pelajaran wajib yang harus ada di setiap sekolah.
Reason
Jadi, banyak sekali teori dalam belajar dan pembelajaran seperti behavioristik, kognitif, konstuktivisme, dan humanistik. Nah, kebanyakan guru zaman dahulu terlebih guru matematika menggunakan metode belajar dan pembelajaran behavioristik. Apa sih teori belajar dan pembelajaran behavioristik?Â
Teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan respon.Â
Pendidik beranggapan bahwa murid adalah copy paste dari orang tuanya. Sehingga pendidik beranggapan bahwa siswa sudah paham atau mengetahui materi yang akan dipelajari. Sehingga pendidik akan menyalahkan siswanya. Bahkan sampai berkata kasar seperti "kamu bodoh" , "gitu saja tidak tahu" , dan lain sebagainya. Nah, hal ini lah yang menyebabkan mata pelajaran matematika disebut momok dalam mata pelajaran yang ada di sekolah.Â
Selain itu, pendidik selalu mengajarkan teori bahwa matematika itu ilmu pasti. Para pendidik hanya terfokus untuk menyelesaikan soal-soal, agar tercapai nilai kompetensi, bukannya skill atau kemampuan dari si siswa. Stigma pendidik matematika yang selalu disampaikan kepada pelajar pada saat mau ujian, bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang paling penting, tidak ada mata pelajaran yang lebih penting dari pada mata pelajaran matematika.
Pada dasarnya teori dan pembelajaran yang diajarkan pendidikan lah yang salah. Sehingga para pendidik tidak bisa menyalahkan siswa sepenuhnya. Hal itu dikarenakan pendidik tidak cukup berhasil dalam menerapkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Seharusnya pendidik dapat menciptakan sistem pembelajaran yang efektif, kondusif serta aktif (para siswanya).
Hal tersebut menyebabkan banyak siswa yang tidak menyukai guru mata pelajaran matematika mereka di sekolah. Pandangan mereka terhadap guru matematika adalah menyeramkan dan killer. Sehingga beberapa tahun belakangan ini pemerintah membuat kurikulum baru yang berfungsi untuk mengganti metode belajar guru di kelas.Â
Kurikulum merdeka, inilah kurikulum yang sedang di gelakkan oleh pemerintah kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud). Menurut penulis kurikulum ini sangat efisien ketika diterapkan di zaman sekarang ini. Melalui kurikulum merdeka, para siswa dituntut aktif, mencari sendiri materi yang akan diajarkan oleh para guru. Sehingga tugas dari para guru sebagai fasilitator, mentor,dan tentor para siswa.Â
Namun, tidak semua guru dapat menerapkan kurikulum yang baru. Contohnya saja, masih banyak guru yang menerapkan teacher centre di kelas dan masih belum menerapkan beberapa model pembelajaran yang cukup menyenangkan bila diterapkan saat mengajar matematika, seperti problem solving, discovery learning dan project based leraning.Â
SolutionÂ
Selain itu, proses pembelajaran di kelas tidak selalu berpusat pada guru. Seharusnya proses pembelajaran students centre learning, tetapi tidak melepaskan mereka begitu saja.Â
Tugas pendidik di kelas sebagai fasilitator para siswa saat belajar. Para pendidik membantu mereka ketika mengalami kendala dalam memecahkan suatu permasalahan, kemudian membimbing mereka supaya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa bisa meningkat dari sebelumnya.
Pembelajaran dapat dilakukan di luar kelas supaya tidak terlalu monoton dan bervariasi. Belajar di luar kelas dapat melatih kemampuan komunikasi siswa dan juga kemampuan sosial siswa. Matematika menjadi momok yang menyeramkan tidak lagi ditemukan di sekolah apabila guru dapat menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan.
ConclusionÂ
Matematika bukanlah momok yang Menakutkan dalam mata pelajaran. Melainkan metode yang salah yang telah diterapkan oleh pendidik kepada siswanya, yang menjadikan stigma-stigma buruk mengenai mata Pelajaran matematika. Para pendidik seharusnya kreatif, inovatif, serta dapat berfikir kritis dalam hal penyampaian materi. Membuat suasana pembelajaran tidak monoton, sehingga para siswa tidak akan merasa bosan. Untuk teori behavioristik sebaiknya jangan digunakan lagi. Karena sekarang pemerintah sudah menetapkan kurikulum merdeka. Yang mana kurikulum merdeka ini sangat cocok untuk diterapkan sebagai bahan acuan untuk diberikan kepada siswa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI