Mohon tunggu...
Roikan
Roikan Mohon Tunggu... Ilustrator - Kartunis yang Belajar Gaya Hidup Ilmiah

Kartunis yang mendalami Antropologi Media dan Budaya Kreatif. Alamat cangkruk warkop ada di https://www.roikansoekartun.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sahabat Sejati dari Beasiswa Sampai Rumah Impian

28 Februari 2019   11:59 Diperbarui: 28 Februari 2019   12:23 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nirkartu Tanpa Transfer (Dokpri)

Kebutuhan keuangan menjadi salah satu prioritas dalam hidup manusia, termasuk mahasiswa. Mahasiswa menjalani kehidupan di kampus membutuhkan dukungan finansial salah satunya dalam bentuk SPP dan tentu saja uang jatah. 

Tidak sedikit mahasiswa yang berupaya mencari penghasilan tambahan terutama mahasiswa akhir dengan membuka jasa les atau ikut aktif dalam berbagai penelitian. 

Orang Surabaya menyebutnya sebagai mahasiswa golek ceperan (mencari penghasilan tambahan). Ada yang tergantung pada berapa kisaran rupiah yang diberikan atau dikirim oleh orang tua. Itu saja masih minta lagi, namanya anak muda serba kekurangan.

 Ada pula golongan terakhir yang merupakan mahasiswa yang menerima dana khusus untuk meringankan beban keuangan dalam bentuk hibah dan beasiswa.

Melihat gedung bank BTN Universitas Airlangga saya teringat masa pembayaran SPP kuliah pada tahun 2004 silam. Saat itu kantor BTN masih terletak di sebelah utara kampus B seberang kantor BKKBN yang sekarang sudah menjadi proyek pembangunan Syariah Tower. 

Bulan Juli menjadi masa rutin mahasiswa untuk daftar ulang. Tentu saja ada persyaratan pokok sebelum bisa melanjutkan memilih mata kuliah pada semester selanjutnya.

 Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah membayar SPP. Awal tahun 2000-an mahasiswa Universitas Airlangga membayar SPP mesti antri di depan kantor Bank BTN. Sejak pagi mereka sudah berkumpul duduk rapi di kursi yang disediakan. 

Walau tidak ada suguhan makanan ringan, tapi senyum Pak Satpam dengan ringan tangan siap mengawasi dan tidak segan membantu mahasiswa yang mendapat kesulitan. Bukan yang sedang putus cinta atau melarikan diri dari tagihan bapak kos. Tapi kesulitan karena ketidaktahuan atau keterbatasan informasi. 

Maklum saat itu belum ada grup WA dan tidak sedikit anak daerah yang merantau untuk kuliah di Surabaya. Doi juga menjadi garda depan pengaturan antrian. 

Berbekal duit hasil panen padi dan ikan, bukan padi dan kapas karena di tambak tidak pernah digunakan untuk budidaya kapas. Perpaduan berbagai pecahan rupiah yang didapat dari juragan setelah pembayaran panen terkumpul untuk biaya SPP. 

Saat itu kewajiban SPP yang harus saya bayar sebesar Rp 600.000 persemester. Sementara sebagai petani, penghasilan orang tua saya kurang lebih Rp 450.000 perbulan. 

Belum dipotong biaya ngopi  di warung, pupuk sekalian pestisida, pakan ikan dan biaya operasional anaknya selama kuliah untuk kos dan makan. Seperti layaknya kondektur bus dan pegawai POM bensin, uang untuk SPP saya urutkan berdasarkan nominal. 

Tidak lupa halus dan leceknya uang saya atur dengan sangat cermat. Masa itu hampir semua anak desa yang kuliah ke kota, selalu membawa uang kontan. 

Jarang yang menggunakan jasa perbankan dalam bentuk transfer. Nirkartu, ATM hanya untuk numpang ngadem mendinginkan badan dari panasnya Surabaya. 

Membawa uang kontan SPP di dalam saku celana panjang berbahan jeans cukup mengandung resiko tangan jahil di keramaian. Ingat pesan orang tua, hati-hati ketika turun bus di Terminal Osowilangun Surabaya selalu waspada dengan barang bawaan. Itulah guna mengelabui copet terminal, biasanya saya menggunakan pakaian seadanya yang terkesan nggembel. 

Pernah saat naik bus, kondektur mengira saya adalah pengamen. Tidak apalah terlihat seperti itu yang penting menjadi pengamen yang dalam dompetnya ada sebuah Kartu Tanda Mahasiwa (KTM) yang untuk mendapatkannya perlu perjuangan berat. Dua kali ikut tes masuk perguruan tinggi negeri.

 Saat ini namanya SPMB penganti UMPTN dan tahun kedua baru bisa lolos. Dari terminal untuk sampai kampus perlu naik angkot. Dalam angkot masih ada komplotan copet maupun penipu yang beroperasi. Mereka tidak sendiri, menjadi tukang sandiwara dengan berbagai adegan yang tidak biasa. 

Ada yang pura-pura kaki kram ketika perhatian teralihkan, sebelah korban sudah ada yang mengambil barang berharganya. Ada juga sandiwara membawa sebuah bungkusan kertas coklat yang berisi burung. 

Konon burung itu menang berbagai kontes dan karena butuh uang dijual murah. Korban yang tertarik semakin tersugesti karena ada anggota komplotannya yang bisa bersiul dengan sangat merdu menyerupai burung yang dimaksud. 

Setelah itu deal dan mereka meninggalkan angkot. Beberapa kali saya melihat dengan mata kepala sendiri kejadian itu dalam angkot dengan tidak lupa menjaga kewaspadaan. Siaga satu memegang dompet atau segepok uang SPP yang berada dalam saku celana pendek yang dilapisi celana jeans. 

Itulah cerita susah tapi penuh waspada mahasiswa era awal 2000-an. Saya belum mengenal pembayaran via transfer. Tidak kontan dianggap kurang berkesan.


Nirkartu Tanpa Transfer (Dokpri)
Nirkartu Tanpa Transfer (Dokpri)
Pukul 09:00 WIB saya memasuki depan kantor bank BTN Unair. Mengambil nomer antri saya memanfaatkan kursi yang tersedia. Kursi lipat dengan tenda di depan. Mirip orang hajatan. 

Tanpa sound system dengan lantunan dangdut koplo yang mendayu dan jajan pasar yang tersedia meja. Setelah menunggu kurang lebih 40 menit tiba giliran saya dipanggil Pak Satpam. 

Saya mengikuti alur dan aturan yang ada. Antri-duduk-panggilan masuk-transaksi-selesai. Kesan terhadap pelayanan Mbak Teller saat itu sangat baik. Profesionalitas tingkat dewa. 

ramah dan tanpa mengenal lelah memproses pembayaran SPP, walaupun antrian di luar semakin siang kian meluber. Segepok uang berbagai nominal yang selalu saya pegang sejak naik bus akhirnya berakhir di tangan Mbak Teller. Setelah itu saya diberi selembar bukti pembayaran.

Ketemu Mbak Teller
Ketemu Mbak Teller

Pukul 12:00 WIB memasuki area kampus FISIP Unair. Kampus orange tercinta. Ada satu kawasan tempat berkumpul mahasiswa yang disebut anak-anak dengan sebutan goa. 

Kebetulan letak lorong itu berada di depan kantor IKOMA. Tidak sengaja saya melihat deretan kertas yang terpampang di papan pengumuman. Setelah membaca dengan cermat. Ada tulisan yang membuat hati semakin sumringah. 

"KEPADA PENERIMA BEASISWA IKOMA HARAP MEMBAWA BUKTI PEMBAYARAN SPP DI KANTOR PADA JAM KERJA". Ada nama saya sebagai salah satu penerima beasiswa itu. Setelah menunggu istiraha makan siang saya masuk kantor IKOMA dan mendapat 'surat sakti' yang ditujukan ke BTN Unair. Kembalilah saya menuju kantor BTN Unair. Antri, duduk dan menunggu dipanggil pak satpam lagi.


Tukar Uang Segepok dengan 6 Lembar Baru (Dokpri)
Tukar Uang Segepok dengan 6 Lembar Baru (Dokpri)
Pukul 13:50 saya nomer antrian saya dipanggil oleh pak satpam. Kebetulan ada kawan yang berada di belakang saya melihat kedatangan dan antrian kedua kali. "Loh kok balik lagi, tadi kurang apa duit SPPnya? Kalau benar mbok ya bilang". 

Saya tersenyum nyengir. Untung masih dikira kurang SPP, tidak dituduh kuliah ganda. Karena saat itu satu mahasiswa bisa kuliah di dua fakultas berbeda dalam kampus yang sama. Didepan Mbak Teller saya menyerahkan sepucuk kertas sakti dari IKOMA. T

ak lama setelah itu, dengan sigap 6 lembar uang pecahan seratusan ribu berpindah ke tangan saya. Masih halus, sehalus tangan Mbak Teller. Ternyata prosedur beasiswa IKOMA adalah pengembalian SPP yang telah kita bayarkan. Berbeda dengan beasiswa PPA yang pernah saya dapatkan. 

Datang ke kantor rektorat dan penerimanya harus tanda tangan sebanyak kurang lebih 30 kali dilembaran berjumlah 30 biji. Uang segepok varian pecahan rupiah hasil tani dan tambak telah berganti dengan lembaran baru yang lebih tipis. Itulah pengalaman saya yang paling berkesan bersama bank BTN. Sahabat Mahasiswa Unair kala daftar ulang. 


Hari ini semua telah dimudahkan karena serba efektif dan efisien termasuk dalam layanan bank. Tumbuh Bersama Membangun Bangsa menjadi spirit 69 tahun bangsa BTN untuk terus berbenah. Menyesuaikan dengan kondisi jaman. Mahasiswa yang akan membayar SPP tidak perlu membawa uang segepok. Tidak perlu duduk lama antri di depan bank. Ada layanan internet banking yang memberi kemudahan dalam melakukan transaksi dimana dan kapan saja. Termasuk membayar SPP kuliah dan tagihan yang lain. Mahasiswa cukup dengan transfer sekali klik atau dengan membawa kartu ATM. Bank yang berdiri sejak tahun 1897 dengan nama awal Postspaarbank ini berupaya menjadi Sahabat Keluarga Indonesia. Tidak ketinggalan menjadi sahabat generasi digital dan milenial di Indonesia. 

Generasi era netizen yang maha benar selalu dituntut berpikir kreatif dan inovatif. Sudah kerja apalagi berkeluarga,  namun ikut orang tua itu kurang mbois kata orang Surabaya. 

Memiliki rumah sendiri adalah sebuah tuntutan.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (Bank BTN) dapat menjadi media untuk mewujudkan impian mempunyai rumah sendiri. Bank yang termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini berkomitmen melayani dan mendukung pembiayaan sektor perumahan melalui tiga produk utama: perbankan perseorangan, bisnis dan syariah. 

Masyarakat luas telah mengidentikan bank BTN sebagai Bank KPR. Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) menyediakan layanan pembiayaan yang dijamin dengan jaminan rumah atau hunian yang telah ditentukan. Ini untuk pembelian real estate besar tanpa membayar seluruh nilai pembelian di depan. 

Dalam pelayanan terbaik dan sesuai dengan kebutuhan tersedia produk kredit konsumer yang terbagi menjadi empat yaitu KPR Bersubsidi, KPR Non Subsidi, Kredit Perumahan lainnya dan Kredit Konsumer.


Kerja keras tiap hari bagai kuda demi keluarga sembari mengumpulkan rupiah untuk rumah impian bukan lagi hal yang sulit. Mengumpulkan lembar demi lembar sampai jadi segepok jumbo uang untuk beli rumah impian sudah bukan jaman.  

Cara lebih mudah dengan  pengajuan KPR BTN yang telah terpecaya dan mempunyai tingkat suku bunga yang sedikit lebih rendah. 

Proses mudah dan cepat. Jangka waktu bisa 25 tahun dengan perlindungan asuransi dan terbukti memiliki jaringan kerjasama dengan pengembang di seluruh nusantara. Syarat umum pengajuan KPR adalah WNI dan berdomisili di Indonesia. Bukan di negeri Wakanda. Usia 21 tahun atau telah menikah. 

Memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap dan ber-NPWP. Tidak hanya itu ada beberapa dokumen yang wajib dilampirkan seperti fotokopi KTP sampai slip gaji.


Bagaimana dengan karyawan era milenial dengan perekonomian sedikit morat-marut dan carut-marut? Ada kabar gembira dari BTN. Mengutip koran-sindo.com edisi 11.12.2018 "Kaum Milenial Dapat Subsidi KPR" pemerintah menyiapkan Program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) khusus bagi para milenial. Atas inisiatif dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan dikolarosi bersama Kementrian Keuangan dan OJK. 

Walaupun rencana program ini ditujukan untuk ASN dan Anggota TNI-POLRI, generasi milenial diluar itu akan mendapat giliran  pada waktunya. Sabar menantikan dan terus bekerja keras dengan pola hidup sehat hemat sederhana adalah kunci meraih rumah impian bersama Bank BTN. 

Dirgahayu ke 69 Bank BTN semoga semakin akrab menjadi Sahabat Keluarga Indonesia termasuk sahabat bagi warganegara yang baru berkeluarga. Siang malam mengidamkan mempunyai rumah sendiri? Anda termasuk?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun