Saat ini, KPK telah selesai dalam penyidikan dan telah melengkapi berkas perkara suap dan gratifikasi Lukas Enembe dan akan diserahkan tersangka dan barang bukti dari Tim Penyidik kepada Jaksa KPK pada hari Jumat, 12 Mei 2023 sebagaimana tercantum pada Pasal 8 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.”
Perbuatan korupsi suap dan gratifikasi Lukas Enembe telah melanggar tugas dan kewajibannya sebagai Gubernur Provinsi Papua. Dalam Pasal 76 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melarang Kepala daerah untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang dilakukannya. Selain itu, Kepala Daerah yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi melalui putusan hakim yang inkrah akan dapat diberhentikan secara tetap dan Kepala daerah yang menjadi terdakwa atas tindak pidana korupsinya dapat diberhentikan secara sementara dari jabatannya. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur jenis-jenis dan unsur-unsur tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana minimum dan maksimum, mengingat tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan merupakan primum remedium di mana sanksi pidana diberlakukan sebagai pilihan utama, maka dibutuhkan cara-cara luar biasa untuk menegakkan hukum atas korupsi. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 telah mengatur ketentuan pidana penyuapan baik bagi pemberi suap maupun pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap menyebutkan
“(1) Dipidana dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Setiap orang yang:
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dengan ayat (1).”
Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 5 ayat (2)
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara.
2. Menerima pemberian atau janji yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau b.
3. Dipidana dengan pidana dalam ayat (1).
Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe yang merupakan penyelenggara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyebutkan “Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Gubernur Lukas Enembe yang merupakan pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif menerima suap untuk memenangkan PT. Tabi Bangun Papua sebagai tender proyek pembangunan infrastruktur Provinsi Papua dapat dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan atau dengan pidana denda paling banyak Rp 50 juta rupiah.