Praktik menahan ijazah asli karyawan atau pekerja oleh perusahaan masih sering terjadi saat ini. Dalam penerimaan pekerja oleh perusahaan seringkali disyaratkan untuk menyerahkan ijazah asli sebagai jaminan. Seorang pekerja atau karyawan haruslah teliti dan memahami klausula-klausula yang diperjanjikan di dalam perjanjian kerja terutama terkait klausula penahanan ijazah.Â
Permasalahan seringkali timbul saat karyawan hendak resign atau mengundurkan diri dari perusahaan tersebut, perusahaan tidak akan menyerahkan ijazah aslinya kecuali pekerja telah membayar ganti rugi sebesar yang diperjanjikan sebelumnya, namun ada kalanya perusahaan tetap tidak mengembalikan ijazah pekerja meskipun pekerja telah memenuhi kewajibannya yakni membayar ganti rugi, hal tersebut tentunya memberatkan bagi pihak pekerja.
Lantas apakah penahanan  ijazah tersebut diperbolehkan? Apa dasar hukumnya?
Tidak ada peraturan terkait larangan atau anjuran penahanan ijazah oleh Perusahaan di dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai penahanan ijazah oleh perusahaan baik sebagai pelanggaran hukum maupun sebagai tindak pidana sehingga penahanan ijazah oleh perusahaan diperbolehkan sepanjang memang telah menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, yakni antara pekerja dengan perusahaan.
Permasalahan terkait penahanan ijazah sangat erat kaitannya dengan perjanjian kerja yang ditandatangani oleh pekerja dan perusahaan. Apabila di dalam perjanjian kerja terdapat kalusula mengenai penahanan ijazah sebagai jaminan dan telah disepakati oleh para pihak, maka berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer/BW) perjanjian kerja yang dibuat secara sah oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, oleh karena itu secara hukum para pihak yakni pekerja dan perusahaan wajib memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati tersebut.
Namun ijazah yang ditahan oleh perusahaan haruslah dikembalikan kepada pekerja apabila telah melaksanakan kewajibannya, yakni membayar penalti atau ganti rugi sejumlah uang tertentu (Berdasarkan Pasal 62 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja) apabila pekerja hendak mengundurkan diri dari perusahaan sebelum jangka waktu kerja berakhir.Â
Bagaimana jika jumlah ganti rugi yang dipersyaratkan perusahaan melebihi dari sejumlah upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya kontrak? Berdasarkan penjelasan di dalam Pasal 54 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa isi perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak secara kualitas maupun kuantitas tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lalu apa yang dapat dilakukan pekerja apabila ijazah tidak dikembalikan meskipun telah memenuhi kewajibannya?
Apabila perusahaan tetap tidak mengembalikan ijazah karyawan sedangkan karyawan telah memenuhi kewajibannya atau di dalam perjanjian kerja tidaklah diatur mengenai penahanan ijazah maka yang dapat pekerja lakukan adalah menggugat "wanprestasi" terhadap perusahaan. Namun sebelum melakukan gugatan terhadap perusahaan, maka tentu lebih baik jika diselesaikan melalui upaya kekeluargaan terlebih dahulu yaitu dengan membicarakan secara baik-baik dengan perusahaan.
Di dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer/BW) dijelaskan bahwa:
"Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang"
Selanjutnya di dalam Pasal 1234 disebutkan bahwa:
"Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu."