Mohon tunggu...
Rohmawati Z
Rohmawati Z Mohon Tunggu... Guru - .

Keluargaku duniaku ❤

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Prediksi dan Fantasi

30 Maret 2018   06:31 Diperbarui: 30 Maret 2018   07:15 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya cinta dan benci yang hanya memiliki sekat tipis, sehingga untuk membedakan keduanya adalah hal yang sulit. Sama halnya dengan prediksi dan fantasi. Kedua hal ini sangat berbeda namun sering kali publik salah anggapan tentang keduanya.

Prediksi adalah bentuk kemungkinan terjadi yang diperoleh dari penguraian indikasi, sedangkan fantasi adalah kebebasan berfikir tanpa perlu dasar tertentu. Keduanya sering tertukar dalam anggapan masyarakat. Kadang prediksi dianggap sebagai fantasi, dan tak jarang pula fantasi dianggap sebagai prediksi.

Jika kita aplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari prediksi dan fantasi pernah dialami oleh sebagian besar orang. Misalnya ada seseorang yang malas bekerja pergi kepada seorang peramal dan menanyakan nasibnya, disana sang peramal berfantasi bahwa orang tersebutakan segera menjadi orang yang kaya raya. Hal ini adalah fantasi dari sang peramal dan bukan suatu prediksi karena tidak mengandung unsur fakta atau indikasi kehidupan orang tersebut. Karena fantasi adalah suatu pemikiran yang bersifat bebas maka sang peramal tidak menggunakan dasar apapun ketika mengatakan ramalannya.

Berbeda halnya jika ada seorang guru yang mengatakan pada seorang siswa bahwa dia akan menjadi seorang bintang kelas karena dia seorang siswa yang rajin dan pandai. Dalam hal ini yang dikatakan oleh guru tersebut merupakan sebuah prediksi karena siswa tersebut memiliki indikasi sebagai siswa yang rajin dan pandai.

Dalam proses konseling, seorang konselor tidak boleh mengatakan nasehat atau pendapat yang hanya berdasarkan pada fantasi belaka. Segala sesuatu yang diucapkan oleh konselor harus berdasarkan pada fakta yang ada tentang klien atau konseli. Sebuah prediksi dari konselor harus berdasarkan pada indikasi yang terdapat dalam diri konseli.

Dan pada proses akhir dari konseling, klien atau konseli dan juga konselor memiliki tanggung jawab masing-masing. Koseli bertanggung jawab mengaplikasikan solusi yang telah disepakati dengan konselor. Sedangkan konselor bertanggung jawab untuk menguatkan tindakan konseli menuju masalah yang disepakati.

Setelah membaca artikel ini semoga tidak terjadi lagi kekeliruan tentang prediksi dan fantasi.

Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun