Mungkin tak ada yang memungkiri bahwa Jogja adalah kota wisata dengan ribuan daya tarik wisatanya. Begitu banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, yang tentu saja menjadi surga bagi para traveller. Di ujung utara Merapi menjulang dengan gagahnya, di ujung selatan deburan ombak Parangtritis menyejukkan pikiran, di ujung timur Candi Prambanan beserta Ratu Boko membawa kita ke masa ratusan tahun yang lalu, dan diujung barat ada Waduk Sermo di Kulon Progo. Belum lagi dengan wisata sejarah dan budaya lainnya macam Keraton, Benteng Vredeberg, Monumen Jogja Kembali ataupun Monumen Serangan Umum 1 Maret. Tak ayal dengan semua kelebihan tersebut membuat Jogja menjadi salah satu destinasi utama wisata di negeri ini. Beberapa waktu belakangan ada satu alternatif wisata baru yang mulai menarik perhatian, khususnya bagi masyarakat sekitar Jogja. Tentu saja termasuk kami para mahasiswa. Sebuah wisata alternatif, barangkali bisa dibilang wisata alam, wisata budaya, atau bahkan sejarah. Yaitu wisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Tempat ini merupakan sebuah gunung yang sudah tidak aktif lagi, menyerupai sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Kurang lebih 30 menit perjalanan dari Kota Jogja. Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mendaki gunung tersebut bersama beberapa rekan saya. Dengan perlengkapan standar pendakian pada umumnya maka berangkat lah kami menuju lokasi. Sekitar 45 menit perjalanan dari Jogja sampailah kami di Basecamp Gunung Api Purba Nglanggeran. Setelah mengurus perijinan, sholat, makan, dan repacking perlengkapan maka mulailah kami mendaki ‘gunung mini’ tersebut. Suasananya mirip pendakian gunung seperti yang sesungguhnya. Bedanya, jika di gunung udaranya sangat dingin maka disini udaranya sama sekali gak dingin, bahkan cenderung panas. Perbedaan lainnya adalah banyak saya temui pendaki yang sangat modis, hahaha… Sekitar 10 menit berjalan sampailah kami di Pos 1. Dari sini tampak eloknya gemerlap lampu-lampu daerah sekitaran Patuk. Sayang yang njepret kurang propesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H