Desas desus wacana jabatan presiden diperpanjang hingga 3 periode sampai saat ini masih menjadi permasalahan. Hal itu berawal pada Desember 2019 silam setelah pengangkatan presiden di gedung MPR, terdapat diskusi mengenai amandemen tentang GBHN, lalu muncul 3 hal yang perlu didiskusikan lebih jauh lagi, yakni pilpres tidak langsung, pilkada tidak langsung, dan yang terakhir adalah perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.Â
Namun, pada saat itu Jokowi menolak adanya usul terakhir tersebut. Diliput di kanal Youtube Kompas.com, presiden menyatakan "Ngomong presiden tiga periode itu ada tiga maknanya, satu ingin menampar muka saya, kemudian yang kedua ingin mencari muka padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan." Disitu jelas presiden sendiri menolak usulan jabatan hingga tiga periode. Lantas, apa landasan terdapat usulan tersebut?Â
                                  Youtube : Kompas.com
Di tengah maraknya isu-isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat seperti kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga BBM, tarif tol, dan lain-lain.Â
Isu perpanjangan kekuasaan ini cukup mengganggu telinga masyarakat karena beberapa elite turut serta menyuarakan seperti kepala Asosiasi Perangkat Desa atau APDESI dan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan di belakangnya.Â
Perpanjangan ini akan membuat Indonesia semakin memburuk karena reformasi pemerintahan ke arah yang lebih baik seakan kembali seperti bayang-bayang Orba yang dimana gaya pemerintahannya yang otoriter.
 Jika banyak pihak yang mendukung jabatan presiden hingga 3 periode berarti pemahaman terhadap demokrasi perlu dipertanyakan.Â
Dalam pasal 7 UUD 1945 masa jabatan presiden maksimal hanya 2 periode, artinya telah terdapat batasan yang jelas. Adanya pembatasan dalam UUD tersebut sebagai patokan dalam menjalankan pemerintahan. Polemik ini hampir mirip pada masa Orde baru, banyak pihak-pihak yang mendukung rezim Soeharto untuk terus berkuasa, di mana terjadi otoriter karena belum terdapat pembatasan sehingga tidak ada rotasi kekuasaan.Â
Hasilnya, demokrasi tidak berjalan dengan baik dan sehat. Jika ingin mengulang kejadian serupa seperti Orba hal itu berarti menciderai eksistensi dari UUD 1945 dan kesetiaan kita terhadapnya.
Menurut Denny Siregar, penulis yang kerap muncul di Youtube, berpendapat bahwa wacana presiden 3 periode itu memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi mengingat ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan khususnya dalam amandemen UUD 1945 yang telah mengalami 4 kali amandemen, untuk melakukan amandemen ke 5 tentu tidaklah mudah serta melalui proses yang panjang, dibutuhkan 1/3 suara dari total jumlah anggota mpr.
Setelah itu dibutuhkan 2/3 dari anggota mpr untuk hadir di persidangan, setelah itu butuh 50%+1 suara untuk mengesahkan amandemen tersebut, proses amandemen pun membutuhkan dana yang besar apabila terjadi perubahan kebijakan menjadi 3 periode, Presiden Jokowi pun belum tentu menang karena campur tangan MPR hanya pada sebatas merubah pasal dalam UUD dan dalam pemilu telah menjadi hak penuh rakyat untuk memilih, ditambah lagi hal yang mustahil untuk 3 periode adalah apabila Jokowi disandingkan pada lawan yang lebih muda, memiliki ide-ide yang cemerlang, dan berorientasi pada perubahan, rakyat akan cenderung memilih lawan Jokowi serta wacana tersebut menjadi semakin kecil terjadi. Kita adalah bangsa yang demokratis dimana rakyat memiliki kuasa penuh untuk memilih. Apabila kekuasaan untuk memilih pada pemilu tersebut berada di tangan MPR, maka isu tersebut memiliki kemungkinan besar untuk terjadi.
                                   Youtube : CokroTV         Â
                 Â
Isu ini cukup kontraproduktif dan memicu pertentangan dari berbagai pihak, mulai dari para elite yang tidak setuju, rakyat yang tidak menginginkan UUD untuk diamandemen, dan mahasiswa yang menolak ide perpanjangan 3 periode. Terdapat dampak yang tidak menguntuntungkan yaitu terjadinya pemusatan kekuasaan sangat mungkin terjadi karena negara kita menganut sistem presidensial, tidak ada rotasi kekuasaan serta presiden akan memiliki jangka waktu yang panjang untuk memimpin dengan otoriter, dan yang terakhir adalah tidak memberikan kesempatan bagi para pemuda yang akan mengusung perubahan ke arah yang lebih baik.Â
Penolakan terhadap perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode dinilai tepat karena berarti kita memberi celah bagi tokoh lain dan percaya adanya seorang pemuda penerus bangsa yang memiliki potensi dan ide-ide yang membangun demi bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H