Mohon tunggu...
Rohmat Sulistya
Rohmat Sulistya Mohon Tunggu... Dosen - menulis, karena ingin.

Kesuksesan terbesar adalah mendapat hidayah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencari ‘Istri-istri’ Koalisi: Melihat Langkah PKS Hari Ini

28 April 2014   21:34 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:05 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo dianggap sebagai capres yang paling serius menjajaki koalisi dengan PKS

Karena dengan beliau komunikasinya paling resmi, melalui surat dan bertemu langsung," ujar Anis Matta di kantornya. (Sumber: Detik.com)

Seandainya Aburizal Bakrie menulis surat cinta yang resmi lebih dahulu kepada PKS dan menjalin komunikasi yang intens lagi mesra;  besar kemungkinan PKS akan berkoalisi dengan Golkar. Karena dalam pernyataan Anis Matta diatas, sudut pandang kepentingan mengapa PKS lebih memilih Prabowo karena Prabowo lebih mengerti perasaan PKS sehingga ketika ada partai yang lebih serius memandang sosok diri PKS, maka hal itu yang akan lebih dipilih sebagai pasangan hidup. Kalau kita anologikan dengan lika liku perjodohan, maka sang gadis yang menanti lamaran adalah PKS, sedangkan sang perjaka yang aktif membuat lamaran adalah Gerindra. Sedangkan PDIP adalah laki-laki yang mungkin tidak tertarik dengan sang gadis karena beda keyakinan, salah satunya. Atau bisa juga PDIP trauma dengan rumah tangga pernikahan PKS sebelumnya, sang istri dinilai kurang patuh kepada sang suami yaitu Pak Demokrat. Akhirnya laki-laki bernama PDIP tadi tidak ingin pernikahan nantinya akan seperti pernikahan Demokrat dengan salah satu istrinya, PKS. Bangaimana dengan lelaki lain bernama Golkar? Kelihatannya Golkar ini memiliki pikiran yang hampir sama dengan PDIP tetapi masih ada keraguan dihatinya. Artinya PKS ini akan menjadi alternatif belakangan ketika semua jalan menjadi buntu, atau gadis yang harus diperistri kurang. Tetapi nampaknya perjaka Gerindra melirik dengan cepat PKS untuk dijadikan istri pertamanya. Apakah perjaka Gerindra sangat mencintai PKS? Kelihatannya tidak juga. Cinta pertamanya tentu saja Pak Suryadarma –bukan Fadli Zon, lho-. Tetapi rumah tangga Suryadharma yang agak kacau akhir-akhir ini, maka Gerindara juga tahu diri dan tak akan ngebet-ngebet banget untuk memaksakan PPP menjadi istri pertamanya. Sebenarnya prosesi lamaran sudah terjadi tinggal mencetak undangan, tetapi keluarga besarnya ternyata kurang menghendaki. Apakah keluarga besar Suryadharma Ali tak suka dengan Prabowo. Mungkin juga suka, orang dianya ganteng begitu. Cuma ini masalah harga diri. Kalau memilih gadis, ya musyawarah dulu dengan saudara-saudaranya napa? Jangan ambil keputusan sendiri; ntar kalau akan diadakan resepsi; saudara-saudaranya juga khan yang bantu cetakin undangan dan pesan catering? Tapi kalau sudah jodoh tak kan lari kemana.

Terus kenapa PKS dipilih? PKS itu unik sekaligus nyebelin! Dia itu seperti plankton yang melayang-layang. Ke PDIP bisa, ke  Golkar bisa, ke Gerindra bisa juga. Felksibel. Tergantung siapa yang melamar duluan. Bagaimana dengan platform partai? Platform partai itu di waktu senja menjelang maghrib ini penting-penting nggak. Tetapi lebih nggak pentingnya. Kalau dianggap penting, pastilah koalisi poros tengah itu diperjuangkan sungguh-sungguh. Eh, tapi jangan buru-buru membuat kesimpulan. Perjalanan masih beberapa minggu ke depan, siapa tahu PKS berubah pikiran. Semuanya khan masih melayang-layang. Sebagai orang yang menitipkan suaranya di kedua partai 9 April lalu tersebut; langkah politik kedua partai bagi saya tak membuat senang tiada terperi. Biasa-biasa saja. Karena alasan saya memilih Gerindra dan PKS adalah masalah berbangsa dan bernegara. Wahh, gayanya! Memilih Gerindra supaya Pak Jokowi mendapatkan lawan tanding yang sepadan; itung-itung agar diluar mainstream teman-teman kampung. Memilih PKS karena saya simpati sama kader-kader PKS di tingkat kecamatan yang santun, mendatangi rumah-rumah dengan sopan menyebar brosur, dan tentunya masih beragama dengan baik. Untung saat nyoblos PKS saya tidak ingat Luthfi, Fahri Hamzah, atau Anis Matta. Saya berharap PKS ke depan diisi oleh kader-kader dari kecamatan yang santun, sopan, tawadlu dan tidak hedonis.

Sebagai partai Islam modern dengan stok orang-orang berpendidikan didalamnya sebagai asset yang berharga, PKS yang memposisikan diri sebagai gadis yang menunggu pinangan bagi saya agak mengewakan. Apalagi mind set petinggi partai maupun dewan syuro yang hampir selalu membuat keputusan masuk ke dalam pemerintahan. Sebagai partai yang diisi kader-kader militan, bagus dicoba untuk sekali-kali berposisi sebagai partai oposisi. Hal ini bagus karena (1) menggembleng kader sejati, mana yang berjuang demi ummat mana yang berjuang demi jabatan, (2) membersihkan hati para petinggi partai  dari godaan proyek-proyek pemerintah, dan (3) menyucikan keuangan partai dari uang-uang haram. Kalau terus berada di pemerintahan, saya khawatir PKS akan kembali menjadi partai banci dan kemudian banyak dibenci.

Tulisan ini tak usah diambil ati, dan semoga menjadi istri sholehah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun