Pada sebuah Workshop Penulisan Buku, perintah nara sumber yang paling menyita perhatian peserta adalah ketika meminta peserta untuk menyelesaikan atau mengembangkan paragraf. Saya paham benar bahwa mengekplorasi paragraf bukan hal sederhana.Â
Namun seiring dengan jam terbang, seseorang akan cepat lihai membuat sebuah susunan kata ke kalimat dan kalimat ke paragraf. Saya sendiri mengambil mata kuliah paragraf dalam 1 semester pada saat kuliah Pascasarjana bidang Ilmu Bahasa (Linguistik).
Sebenarnya kita ini adalah pembelajar mandiri. Mungkin banyak orang sudah memilikinya. Saya sendiri adalah penulis yang tidak mau di-cap penulis abal-abal, meski bukan pada tulisan akademik. Artinya pada setiap hal yang saya sampaikan baik secara lisan maupun tulisan, saya memiliki tanggungjawab ilmiah dari setiap ekspresi saya. Saya selalu mengkonfirmasi data-data pada sumber yang sedapat mungkin bersifat primer.Â
Untuk pemilihan kata (diksi) saya juga perlu mengecek di kamus supaya tidak terjadi kesalahan pemakaian kata kerja, kata sifat maupun kata keterangan. Apalagi jika kita mencoba bereksplorasi dalam bahasa asing (bahasa Inggris atau yang lain). Sebagai seorang sarjana linguistik, saya sangat peduli dengan ketepatan pemakaian dan pilihan kata.Â
Di samping itu, penjelasan atas sebuah kata kunci adalah penting, di samping kita berasumsi bahwa pembaca kita bersifat differensiatif, saya juga memiliki misi pembelajaran pada discourse yang saya tulis. Hal ini saya buktikan dari berbagai komen para pembaca bahwa artikel saya sarat informasi baru dan mereka akhirnya belajar darinya.
Saya menikmati berbagai tulisan. Sebuah tulisan akan menarik jika dibangun oleh gagasan yang genuine , unik dan punya nilai kebaruan . Selain tiga hal tersebut, tulisan bagus juga punya kekuatan melihat idealisasi.Â
Sebuah kondisi ideal yang akan memberi insight baru para pembaca bagaimana seharusnya melihat sebuah peristiwa. Bisa jadi sebuah peristiwa merupakan kejadian yang sudah berlalu, namun bagaimana cara melihat masa lalu untuk membuat cara pandang baru untuk masa depan adalah langkah besar.Â
Oleh karena itu, tulisan preskriptif sekarang menjadi trend para akademisi. Sepenting apapun masa lalu, dia tidak akan penting tanpa kita memakainya untuk memperbaiki masa depan.
Kekuatan sebuah artikel sangat ditentukan oleh paragraf-paragraf yang dibangun. Lalu bagaimana membangun paragraf? Paragraf harus memiliki hanya satu pokok pikiran. Karena pokok pikirannya hanya satu, maka bangunlah sebuah gagasan yang menarik dan unik. Lalu jelaskan dengan cara yang seru.Â
Misalnya sesekali berikan data baik kuantitatif maupun kualitatif. Sesekali beri kisah-kisah nyata untuk mengembangkan gagasan tersebut. Kadangkala percakapan dapat pula membantu kita mengembangkan gagasan dalam paragraf.
Jika kita membuat lebih dari satu paragraf, maka sangat penting memberi kata penghubung agar satu paragraf ke paragraf yang lain tidak terputus dan saling berkaitan. Ini dalam istilah bahasa disebut konjungsi atau penghubung. Istilah untuk menggambarkan bagaimana susunan paragraf ini harus saling runtut dan berkesinambungan bagaikan gelombang sinus atau sinusoidal wave.Â
Yaitu gelombang halus yang berjalan berkesinambungan ( continuous wave ). Dari paragraf terdahulu dengan paragraf berikut saling terkait, berlanjut dan menyusun sebuah harmoni yang indah. Begitulah seharusnya sebuah paragraf terbangun dengan paragraf lainnya.
Pelajaran menyusun paragraf ini penting. Penting karena sehebat apapun seseorang dalam menuangkan sebuah gagasan, keruntutan menyusun adalah kekuatannya. Demikian sebaliknya, sehebat apapun seseorang menyusun dan merangkai kata, dia akan kalah oleh energi dan kekuatan kata serta gaya dalam bertutur.
Tentang energi dan kekuatan kata sangat ditentukan oleh seberapa besar seseorang memiliki insight dalam gagasannya. Insight adalah cara melihat. Dia melibatkan perasaan, kepedulian, kejujuran dan kekuatan melihat sebuah visi.Â
Kekuatan energi ini harus sehebat sengatan wasabi pada sushi atau sasimi. Dia berfungsi sebagai penyedap rasa. Dengan aromanya yang harum sekaligus tajam, namun tidak menyengat seperti pedasnya cabai. Wasabi akan membuat sebuah tulisan yang meski penuh kritik tapi dapat diterima bahkan menjadi seperti penyedap rasa yang membuat pembaca menjadi ketagihan.
Nah..brothers and sisters, cobalah mengeksplorasi gagasan anda dengan menyusun harmoni antara kekuatan otak kiri dan kanan. Galilah pena kita menjadi goresan yang menusuk tapi tidak mengakibatkan rasa sakit tetapi membuat pembaca kita menikmati kritikan kita dan akan mencari lagi karenanya.
By Rohmatunnazilah
Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H