Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Marketplace Guru Bisa Membantu Guru Honorer Dapat Pekerjaan Tetap?

15 Juli 2023   22:36 Diperbarui: 15 Juli 2023   22:37 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyedihkan, karena nasibnya yang sering kurang beruntung, ada yang menyebut "Guru Honorer" sebagai pahlawan tanpa tanda terima gaji yang layak. Pilu. Padahal,  diksi honorer dalam kamus bahasa Indonesia bisa berarti kehormatan atau penerima honorarium (bukan gaji tetap). Arti kehormatan biasanya dipakai jika kata honorer ini disematkan dengan kata anggota atau wasit. Sedangkan arti penerima honorarium diberikan jika diksi ini disematkan dengan kata guru atau pegawai.Mungkin sebenarnya makna kehormatan tersebut sebenarnya juga pantas jika diberikan jika kata honorer ini disematkan dengan diksi guru atau pegawai. Dimana guru atau pegawai honorer adalah guru atau pegawai kehormatan yang layak untuk kita hargai dengan semestinya.

Eksistensi dan persoalan guru honorer ini setahuku sudah ada sejak aku mulai sekolah beberapa puluh tahun yang lalu. Karena kekurangan guru tetap, maka banyak sekolah di desaku yang dulu mempekerjakan guru honorer. Namun waktu itu seingatku istilahnya bukan honorer, melainkan guru sukwan yaitu singkatan dari sukarelawan. Tentu saja pemakaian istilah sukwan ini sebenarnya kuranglah tepat. Pasalnya guru honorer adalah guru pekerja yang belum atau tidak diangkat sebagai pegawai tetap saja. Sedangkan sukwan atau sukarelawan bisa diartikan sebagau guru sukarela yang mau membantu karena panggilan hati secara sukarela.

Honorer tentunya sangat berbeda dengan sukwan. Karena honorer tentunya mengharapkan honor sedangkan sukwan tentunya suka-suka, boleh jadi malah sukarela karena alasan kemanusian atau kepedulian sehingga tidak mau untuk digaji atau diberikan honor. Mungkin contoh paling aktual tentang guru sukwan ini adalah pemuda-pemudi yang rela menjadi guru atau pengajar di daerah-daerah terpencil bersama gerakan "Indonesia Mengajar" yang mengemuka beberapa waktu lalu.

Dulu dipercaya oleh masyarakat di sekitarku bahwa mau menjadi honorer terlebih dahulu adalah salah satu jalur untuk menjadi karyawan tetap.  Dengan menjadi honorer untuk beberapa waktu maka seorang guru atau pegawai akan memiliki kesempatan untuk membuktikan kemampuannya atau setidaknya mendapatkan pengalaman bekerja untuk bekal menjadi pegawai yang sesungguhnya. Pada beberapa kasus pengalaman menjadi guru honorer sepertinya bisa menjadi referensi dan pelengkap rekomendasi dalam melamar menjadi guru tetap.

Yang jelas keberadaan guru honorer ini setidaknya mampu menjadi salah satu solusi dari kekurangan tenaga guru/pengajar bagi dunia pendidikan Indonesia khususnya di daerah-daerah terpencil atau terbelakang. Yang menjadi permasalahan adalah ketika guru honorer tersebut tidak mendapatkan honor yang layak dan tidak juga berhasil diangkat menjadi guru/pegawai tetap setelah mengabdi sebagai honorer untuk waktu yang cukup lama. Terus-terusan terjebak sebagai guru honorer untuk waktu yang lama, bahkan ada yang sampai seumur hidup mereka. Sungguh hal ini merupakan kasus yang sangat memprihatinkan.

Telah berulangkali pemerintah mencoba memberikan solusi atau permasalahan guru honorer ini. Beberapa kebijakan sempat dianggap cukup lumayan, meskipun akhirnya menjadi kurang memuaskan kembali. Permasalah guru honorer ini tak juga mendapatkan penyelesaian dengan kebijakan pemerintah yang benar-benar menggembirakan. Kebijakan-kebijakan baru terus dicoba oleh pemerintah sampai akhirnya baru-baru ini Mendiknas, Mas Menteri Nabil Makarim melontarkan rencananya untuk membuat sistem marketplace bagi guru-guru Indonesia.

Sumber Foto: pexels.com
Sumber Foto: pexels.com
Tentunya ide Mas Menteri ini sangat relevan dengan rekam jejak beliau yang sukses dalam industri digital sebelum diangkat menjadi menteri. Tak bisa dipungkiri bahwa sukses Gojek merupakan salah satu jejak andil beliau yang sangat moncer di dunia digital. Apakah ide untuk membuat marketplace guru ini merupakan gebrakan pemikiran yang mampu menjadi solusi dari permasalahan yang membayangi dunia pendidikan Indonesia selama ini?Tentu saja ide tersebut masih memerlukan penyempurnaan agar benar-benar bisa diterapkan secara baik. Secara konsep tentuna ide ini cukup menarik. Sesuai namanya, marketplace adalah pasar. Pasar atau tempat dimana semua guru bisa mengajar. Pasar yang menjadi pusat database para pengajar yang bekerja bagi dunia pendidikan Indonesia, yang bisa diakses oleh semua sekolah yang ada di Indonesia juga.

Di marketplace ini semua guru dapat menampilkan data, pendidikan, kemampuan, kualifikasi, spesialisasi dan prestasi mereka sebagai guru. Di sisi lain, para pengelola sekolah dapat melihat data para guru tersebut dan mencari guru yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan yang ada di sekolah masing-masing. Melalui marketplace ini guru dan sekolah dapat dipertemukan secara lebih tepat dan kecocokan yang lebih optimal. Tak perlu ada sekolah yang kelebihan guru atau kekurangan guru karena semua bisa dilihat dari data-data yang diupdate secara transparan di marketplace. Dengan begitu, tak ada lagi guru yang kelebihan jam mengajar dan tak ada lagi sekolah yang tidak bisa menemukan guru untuk mengajar. Semua bisa berjalan lebih cepat, lebih mudah dan lebih fungsional sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Tentu saja persaingan antar talenta guru yang memajang datanya di marketplace dan sekolah yang membutuhkan guru akan terjadi. Sekolah-sekolah yang memiliki dana besar tentunya akan berani membidik guru-guru yang memiliki data talenta yang moncer. Namun hal itu tak perlu dikhawatirkan, karenanya semuanya akan bisa berjalan sesuai seleksi alami yang diperlukan. Tentunya akan ada banyak pertimbangan yang membutuhkan kecocokan antara guru dan sekolah yang memungkinkan terjadinya kesepakatan. Boleh jadi masalah kemistri, feeling, mood, geografi, histori, dan banyak lagi faktor-faktor lain yang menentukan di luar tawaran gaji itu sendiri. Dan yang terpenting melalui marketplace ini guru yang dianggap superior tak bisa serakah. Data mereka telah direkrut sekolah mana bisa terlihat di database marketplace. Jadi mereka tidak bisa merangkap tempat membabi buta. Dengan sistem ini bisa diharapkan terjadi pemerataan kesempatan kerja. Guru unggul, biasa-biasa saja maupun pemula bisa mendapatkan peluang yang adil. Tak ada yang bisa mendominasi. Melalui sistem marketplace ini bisa diharapkan guru honorer akan bisa mendapatkan peluang menjadi guru tetap yang memang tengah lowong.

Yang masih menjadi permasalahan terkait marketplace ini adalah seberapa besar sistem ini bisa membantu penyelenggaraan pendidikan di daerah-daerah terpencil atau terbelakang. Adakah sekolah-sekolah di daerah-daerah tersebut mampu membidik guru melalui marketplace? Seberapa banyak talenta guru yang bersedia bekerja di daerah-daerah tersebut? Entah bagaimana pun caranya, seharusnya Mas Menteri mampu merumuskan dan membangun solusi dari problematika tersebut.

Semoga saja, jika memang benar sistem marketplace guru ini bagus, bisa segera diwujudkan sebelum pergantian menteri setelah Pemilu 2024 nanti. Jangan sampai setelah Pemilu 2024 nanti, Mas Menteri diganti dan ide marketplace guru ini menguap begitu saja tanpa bekas. Digantikan lagi dengan ide menteri baru yang masih tentatif potensinya. Bisa lebih baik, lebih buruk, atau gak ada pengaruh apa-apa. Jangan sampai guru honorer tetap menjadi pahlawan tanpa tanda terima gaji yang layak selamanya. Pasalnya seorang guru, entah honorer atau pun tetap, tetaplah pahlawan bagi masa depan generasi penerus bangsa ini. Tolong, jangan abaikan mereka. Tabik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun