Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Solusi Akhir Polemik JIS, Ya Hadirkan FIFA Aja

7 Juli 2023   09:10 Diperbarui: 7 Juli 2023   09:14 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait polemik renovasi Jakarta International Stadium (JIS) yang semakin panjang dan kusut, Ketua PSSI Erick Thohir memastikan secara tegas, jika FIFA dihadirkan saat ini, maka pasti JIS dicoret dari daftar venue penyelenggaraan Piala Dunia U-17 yang digelar di Indonesia. Lagi-lagi nama FIFA dicatut untuk melegitimasi kebijakan dan keputusan yang akan dilakukan pemerintah terkait renovasi yang akan dilakukan terhadap JIS. Semua atas nama FIFA.Tentu saja hal ini dapat diterima secara logika, pasalnya memang FIFA-lah yang punya gawe tersebut. Sebagai pemilik hajat maka FIFA berhak menentukan persyaratan dan standar yang diinginkan. Sayangnya pernyataan-pernyataan tersebut tak muncul dari FIFA secara resmi. Hanya pernyataan-pernyataan dari PSSI yang mengatasnamakan FIFA.

Sementara itu, pihak-pihak yang meyakini bahwa JIS sudah memenuhi bahkan jauh di atas standar FIFA juga tak tinggal diam. Postingan-postingan yang menguatkan keyakinan mereka tersebut terus disuarakan melalui bombarbir di beragam platform sosial media. Mulai dari komentar dan testimoni dari orang dalam negeri hingga luar negeri, pengungkapan data-data konsultan pembangunan JIS, data-data spesifikasi yang ada di JIS, dan perbandingan dengan stadion-stadion sepakbola dunia yang sudah kerap menggelar turnamen-turnamen FIFA.

Sayangnya lagi-lagi ini merupakan review, analisis dan pernyataan sepihak semata. Bukan review atau pernyataan resmi dari FIFA sendiri. Semua berpegang pada kebenaran dan keyakinan masing-masing yang sebenarnya sama-sama zonk. Toh yang akan menilai dan berhak menyatakan layak atau enggak akan kembali kepada FIFA sendiri.

Jadi, solusi atau penyelesaian dari polemik berkepanjangan mengenai layak tidaknya JIS dijadikan venue Piala Dunia Sepakbola U-17 adalah menghadirkan perwakilan FIFA itu sendiri untuk secara resmi memberikan review atas kualitas JIS yang sebenarnya. Dari sini FIFA bisa memberikan rekomendasi secara resmi mengenai apakah JIS layak untuk hajat yang diinginkan, ditolak mentah-mentah atau masih bisa diterima asal direnovasi sesuai standar yang dibutuhkan. Kalau FIFA yang menyatakan secara resmi, semua pihak bisa berkata apa. Mau tidak mau semua harus bisa menerimanya dengan lapang dada.

Apalagi selama ini FIFA dikenal sangat tegas terhadap permasalahan politik. Berulangkali FIFA menunjukkan sikap alergi mereka terhadap adanya intervensi politik dalam kegiatan sepakbola. Menurut FIFA sepakbola seharusnya dijadikan sebagai alat diplomasi untuk persatuan dan kesatuan, bukan dalam kaitannya dengan politik. Ketegasan ini bahkan sudah menjadi jargon FIFA itu sendiri.

Komitmen anti intervensi politik FIFA ini salah satunya bisa dilihat pada Law of the Game FIFA, pasal 5 ayat 4 yang menyatakan bahwa dalam pertandingan sepak bola tidak boleh ada pesan-pesan politik, jargon politik, provokasi politik yang ada di dalamnya, termasuk tidak boleh menyampaikan pesan-pesan politik di kaos pemain maupun dengan cara verbal. Semua sudah diatur dan kalau dilakukan akan ada hukuman yang sangat berat menanti.

Bahkan pengalaman pahit terkait ketegasan FIFA tersebut belum lama dirasakan Indonesia sendiri. Dimana lobi habis-habisan dan luar biasa yang dilakukan Indonesia melalui Ketua PSSI, Menpora bahkan Presiden Jokowi terkait pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia Sepakbola U-20 kemarin gagal total. Padahal Menpora dan ketua PSSI sudah datang dan melobi langsung ke Qatar. Namun semua itu tetap sia-sia.

Tentu saja pengalaman pahit tersebut tak hanya pernah dirasakan Indonesia sendiri. Tercatat telah ada beberapa negara yang juga telah merasakan sanksi FIFA akibat faktor politik atau lainnya. Sebut saja diantaranya: Rusia, Kenya dan Zimbabwe, Afrika Selatan, Yugoslavia, Chile, Kuwait, Meksiko, dan Nyanmar.  

Sepakbola Rusia disanksi FIFA karena peperangan negara tersebut dengan Ukraina. Kenya dan Zimbabwe dihukum FIFA akibat campur tangan pemerintah atau adanya gangguan dari federasi sepak bola negaranya. Afrika Selatan pernah kena sanksi FIFA pada saat mereka masih menerapkan politik rasial. Dimana saat itu mereka masih melarang tim olahraga memiliki pemain dengan ras campuran dan mewajibkan negara asing yang berkompetisi di Afrika Selatan untuk mengirimkan tim serba putih saja. Yugoslavia pernah dilarang bermain pada turnamen Eropa 1992 dan piala dunia 1994, akibat sanksi PBB. Tekanan tersebut diberikan akibat agresi pemerintah yang didominasi Serbia di Balkan terhadap Republik Bosnia Herzegovina. Kuwait dihukum larangan bertanding melawan Myanmar untuk kualifikasi piala dunia 2018 akibat adanya intervensi pemerintah dalam asosiasi sepak bola Kuwait. Bahkan larangan bertanding Kuwait berlangsung dua tahun lebih.

Setidaknya contoh-contoh di atas mampu meyakinkan kita pada kenetralan FIFA terhadap intervensi politik pada pertandingan sepakbola. Melibatkan FIFA sendiri merupakan pilihan terbaik. Pasalnya penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia sepakbola U-17 kali ini memang tidak pada waktu yang tepat. Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang akan segera digelar pada Februari 2024 mendatang, mau tak mau akan menyebabkan banyak hal bisa jadi berbau politik. Jadi pelibatan FIFA sebagai pemegang legitimasi tertinggi terkait sepakbola ini bisa dijadikan solusi akhir yang mau tidak mau harus diterima oleh para pihak yang berseberangan pendapat.

Yakinlah bahwa FIFA memang bisa bersih dari intervensi politik, meskipun mereka (FIFA) menyadari bahwa hal itu tidaklah mudah. Seperti yang termaktub pada Surat FIFA kepada 32 peserta Piala Dunia di Qatar pada tahun 2022 kemarin.

"Kami tahu sepak bola tidak hidup dalam ruang hampa dan kami sama-sama menyadari bahwa ada banyak tantangan dan kesulitan yang bersifat politik di seluruh dunia. Tapi tolong jangan biarkan sepak bola terseret ke dalam setiap pertarungan ideologis atau politik yang ada." Setidaknya himbauan FIFA inilah yang layak kita pegang untuk memajukan sepakbola Indonesia di masa depan. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun