Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dulu Ada "Bung" dan "Jong" Pemersatu Bangsa, Kini Ada "Bong" dan "Drun" Untuk Apa?

3 Juni 2023   15:57 Diperbarui: 3 Juni 2023   16:01 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa kini yang muncul adalah bong (cebong) dan drun (kadrun) dari beragam suku/golongan yang saling mencaci maki, saling menebar benci, saling mengumbar aib, dan banyak aksi negatif lainnya yang berpotensi mengadu domba, memecah belah, mencerai-beraikan persatuan yang sebelumnya mampu menyejukan masyarakat dalam kedamaian yang menenteramkan?  

Padahal seharusnya harapan akan persatuan dan keutuhan bangsa adalah yang utama di atas segalanya. Jika kita kalah dalam percaturan politik, kita bisa mengulangnya dalam perjuangan pergelaran politik lima tahunan yang selalu kita gelar ulang. Jika kita kehilangan kebanggaan akan tokoh idola karena kekalahan yang kita alami saat ini, kita bisa kembali berjuang memenangkannya kembali di petarungan mendatang. Pun jika kita kehilangan uang hari ini, kita bisa mencarinya lagi di esok hari.

Namun sadarkah kita bahwa jika kita kehilangan negeri seperti halnya yang terjadi di Yugoslavia, kemana lagi kita akan bisa kembali mencarinya? Benar seperti pesan yang banyak diviralkan bertepatan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila kemarin. Kalau kita kehilangan negeri, kita tak bisa lagi mencarinya. Pedihnya kehilangan negeri, atau kehilangan tanah air memang sama dengan kehilangan diri kita sendiri. Darah kita ada di sana, peluh, keringat, napas, jiwa, dan sejarah kita ada di negeri yang kita cintai ini. Di sana tempat lahir beta, di sana tempat nenek moyang kita disemayamkan, di sana tempat akhir menutup mata kita. Akankah kita rela kehilangan semua itu hanya demi ambisi yang sebenarnya bukan ambisi kita sendiri.  

Mari, kita cintai negeri ini, kita jaga kedamaiannya, kita jaga dengan segenap jiwa raga dengan berhenti saling mencaci maki yang boleh jadi bukan untuk kepentingan kita sendiri. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun