Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuota Internet Bantuan Kementerian dan Curhat Teman-teman Guru

29 Agustus 2020   10:06 Diperbarui: 30 Agustus 2020   14:37 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana resminya, per tanggal 1 September 2020 besok, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai memberikan bantuan kuota internet bagi para pelajar sekolah yang tengah menjalankan PJJ atau sekolah daring.

Karena itu di minggu akhir Agustus 2020 ini, masing-masing sekolah terus berusaha menyelesaikan proses pendataan para siswanya untuk menerima pembagian kuota internet bantuan tersebut.

Tentu saja kepedulian Kemendikbud tersebut mendapatkan apresiasi yang bagus dari masyarakat. Setidaknya bantuan tersebut dianggap mampu mengatasi satu permasalahan yang menjadi kendala kelancaran PJJ. Meskipun selain masalah kuota ini masih ada beberapa pekerjaan rumah lainnya yang harus segera ditangani pemerintah untuk kelancaran PJJ saat ini.

Dari kegiatan pengumpulan data administratif yang telah dijalankan saat ini, terlihat bahwa pemberian bantuan kuota internet kali ini diberikan secara pukul rata.

Digalang melalui institusi sekolah masing-masing, semua siswa sekolah yang terdata dan memiliki nomor induk siswa nasional (NISN) dimint untuk mengisi form data bantuan kuota internet dari Kemendikbud.

Nomor telpon yang diajukan untuk menerima bantuan kuota internet tersebut bisa atas nama siapa saja. Entah nomor siswa sendiri, orangtua atau nomor ponsel siapa pun yang tentunya digunakan dalam kegiatan PJJ.

Mahasiswa di Luwu harus panjat pohon untuk mendapatkan sinyal internet (Sumber Foto: kompas.com)
Mahasiswa di Luwu harus panjat pohon untuk mendapatkan sinyal internet (Sumber Foto: kompas.com)
Adapun kemungkinan besaran kuota yang diberikan nanti yaitu untuk siswa sebesar 35 GB/bulan. Sedangkan untuk guru sebesar 42 GB/bulan. Selanjutnya bantuan kuota internet untuk mahasiswa dan dosen diberikan lebih banyak yakni 50 GB/bulan. Subsidi kuota internet selama 4 bulan (September-Desember)  ini diperkirakan akan menelan anggaran Rp7,2 Triliun.
Seorang mahasiswi di Magelang harus rela mengerjakan ujian di pinggir jalan demi dapat sinyal (Sumber Foto: tribunnews.com)
Seorang mahasiswi di Magelang harus rela mengerjakan ujian di pinggir jalan demi dapat sinyal (Sumber Foto: tribunnews.com)
Nah, dilihat dari rencana besaran kuota yang diberikan tersebut, seharusnya sudah sangat mencukupi untuk kebutuhan PJJ yang ada. Nah bagaimana dengan satu nomor ponsel yang dipakai untuk aktivitas PJJ dari banyak anak? Misalnya ada empat bersaudara yang harus mengikuti PJJ, namun hanya memiliki satu ponsel saja sehingga menggunakannya secara bergantian?

Entahlah bagaimana aturannya, namun dilihat dari mekanisme pendataan penerima bantuan kuota melalui data NISN maka kasus seperti di atas satu nomor telepon harusnya bisa menerima akumulasi kuota yang menjadi hak mereka.

Mungkin selanjutnya dengan mempertimbangkan kasus-kasus satu nomor untuk beberapa anak di atas, maka Kemendikbud bisa mengagendakan pemberian bantuan perangkat handset atau ponsel yang diperlukan.

Curhat Guru
Tentu saja momen pemberian bantuan kuota intetnet untuk sekolah daring kali ini segera menjadi pembicaraan hangat masyarakat termasuk para guru itu sendiri.

Kebetulan ada beberapa teman kuliah saya yang memilih jalan hidup menjadi guru. Dari mereka, saya mendapatkan beberapa curhatan yang menurutku patut dijadikan data masukan bagi Kemendikbud dalam menjalankan kebijakan mereka.

Salah satu teman guruku menceritakan, sebelum adanya kebijakan bantuan kuota dari Kemendikbud, institusi sekolah tempatnya mengajar yang kebetulan memiliki banyak peserta didik yang kurang mampu, telah berinisiatif memberikan bantuan kuota internet kepada siswa secara mandiri.

Namun setelah bantuan kuota intenet diberikan, ternyata tidak berhasil mendorong peserta didik yang dibantu lebih aktif dan bersemangat.

"Bu tidak ada bantuan paketan internet lagikah?" tanya seorang siswa penerima bantuan melalui whatsapp, sebulan setelah pemberian bantuan. 

"Tidak!" jawab teman guruku. "Lah kamu sudah dikasih bantuan paketan internet juga gak nambah rajin gitu. Percuma saja. Coba kamu tugas Matematika baru setor 1 kan? Padahal seharusnya sudah lima kali kan? Ulangan 1 kemarin juga belum toh?" cerocosnya jengkel.

Karena cerita ini dituliskan pada grup WhatsApp alumni, maka segera direspon oleh kawan-kawan lainnya secara beragam.

Segera banyak bermunculan komentar-komentar yang menunjukkan kegeraman dan kejengkelan anggota grup terhadap ulah siswa tersebut. Ada yang mengira-ngira bahwa kuota internet bantuan disalahgunakan untuk main game online atau keperluandi luar PJJ lainnya. Ada juga beberapa saran untuk memberikan sanksi atau hukuman yang tegas agar sang peserta didik tersebut kapok.

Intinya hampir semua kawan berprasangka negatif atas kelakuan sang siswa penerima bantuan itu. Sampai akhirnya seorang kawan guruku lainnya yang menceritakan pengalamannya yang mengejutkan dan memilukan.

Teman guruku lainnya ini juga mendapatkan kasus yang kira-kira serupa. Beberapa siswanya masih nampak kedodoran dalam mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan, padahal telah diberikan bantuan paket kuota internet.

Tentu saja kejengkelan juga mendera kawan tersebut. Namun dirinya tak mau berprasangka dan mengira-ngira semata. Sekalian sedikit refreshing di tengah kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh pemerintah, kawan ini pun memutuskan untuk melakukan kunjungan ke rumah siswa (home visiting).

Berbekal kelengkapan protokol kesehatan yang harus dijalankan, maka ia pun segera melakukan kunjungan rumah anak didik yang dianggap bandel tersebut dengan hati yang cukup dongkol.

Namun betapa terkejutnya dirinya menemukan kenyataan yang sebenarnya. Begitu sampai di rumah siswa yang bersangkutan, sontak semua kedongkolan dan segala prasangka buruk yang dipendamnya sirna. Berubah menjadi rasa haru, getir, dan prihatin atas kenyataan yang dihadapi.

Bagaimana tidak, dalam keluarga besar berumah kecil tersebut, 1 ponsel yang dimiliki harus dipakai oleh 5 orang secara bergiliran. Ada ayah, ibu, anak pertama SMK kelas 2, anak kedua SMP kelas 8, dan anak ketiga SD kelas 2. 

Bukannya marah dan memberi hukuman pada siswanya yang tak disiplin dalam mengumpulkan tugas, kawan guruku ini pun hanya menyempatkan diri untuk berbasa-basi sedikit dengan keluarga tersebut, sebelum buru-buru pamit pulang dengan mata sembab oleh air mata karena kesedihan yang menderanya.

Seorang pelajar SD tengah belajar daring (Sumber Foto: dokpri)
Seorang pelajar SD tengah belajar daring (Sumber Foto: dokpri)
Kisah tersebut adalah kisah nyata. Sebuah kenyataan yang sudah selayaknya menjadi pertimbangan dan perhatian pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang ada.

Sebenarnya keluarga dengan tiga anak masihlah belum seberapa. Masih masuk dalam kriteria program Keluarga Berencana (KB) yang ditetapkan pemerintah dua atau tiga anak cukup. Tentunya masih banyak keluarga-keluarga Indonesia lainnya yang kondisinya lebih memprihatinkan. 

Ada keluarga yang punyanya hanya ponsel jadul yang bisanya hanya untuk nelpon semata. Ada yang ponselnya harus dikaretin biar tak tercerai berai, ada yang LCD-nya sudah retak-retak parah, ada yang gambarnya sudah samar-samar dan banyak kondisi mengenaskan lainnya.

Semoga saja, setelah program bantuan kuota internet ini, pemerintah segera bisa mewujudkan bentuk-bentuk bantuan lainnya yang lebih fokus dan tepat sasaran sesuai yang dibutuhkan masyarkat. Sehingga tekad Presiden Jokowi untuk "membajak pandemi sebagai lompatan besar di masa depan" bukan sekadar orasi manis dan khayalan kosong semata. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun