Bagaimana tidak, dalam keluarga besar berumah kecil tersebut, 1 ponsel yang dimiliki harus dipakai oleh 5 orang secara bergiliran. Ada ayah, ibu, anak pertama SMK kelas 2, anak kedua SMP kelas 8, dan anak ketiga SD kelas 2.Â
Bukannya marah dan memberi hukuman pada siswanya yang tak disiplin dalam mengumpulkan tugas, kawan guruku ini pun hanya menyempatkan diri untuk berbasa-basi sedikit dengan keluarga tersebut, sebelum buru-buru pamit pulang dengan mata sembab oleh air mata karena kesedihan yang menderanya.
Kisah tersebut adalah kisah nyata. Sebuah kenyataan yang sudah selayaknya menjadi pertimbangan dan perhatian pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang ada.
Sebenarnya keluarga dengan tiga anak masihlah belum seberapa. Masih masuk dalam kriteria program Keluarga Berencana (KB) yang ditetapkan pemerintah dua atau tiga anak cukup. Tentunya masih banyak keluarga-keluarga Indonesia lainnya yang kondisinya lebih memprihatinkan.Â
Ada keluarga yang punyanya hanya ponsel jadul yang bisanya hanya untuk nelpon semata. Ada yang ponselnya harus dikaretin biar tak tercerai berai, ada yang LCD-nya sudah retak-retak parah, ada yang gambarnya sudah samar-samar dan banyak kondisi mengenaskan lainnya.
Semoga saja, setelah program bantuan kuota internet ini, pemerintah segera bisa mewujudkan bentuk-bentuk bantuan lainnya yang lebih fokus dan tepat sasaran sesuai yang dibutuhkan masyarkat. Sehingga tekad Presiden Jokowi untuk "membajak pandemi sebagai lompatan besar di masa depan" bukan sekadar orasi manis dan khayalan kosong semata. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H