Salah satu teman guruku menceritakan, sebelum adanya kebijakan bantuan kuota dari Kemendikbud, institusi sekolah tempatnya mengajar yang kebetulan memiliki banyak peserta didik yang kurang mampu, telah berinisiatif memberikan bantuan kuota internet kepada siswa secara mandiri.
Namun setelah bantuan kuota intenet diberikan, ternyata tidak berhasil mendorong peserta didik yang dibantu lebih aktif dan bersemangat.
"Bu tidak ada bantuan paketan internet lagikah?" tanya seorang siswa penerima bantuan melalui whatsapp, sebulan setelah pemberian bantuan.Â
"Tidak!" jawab teman guruku. "Lah kamu sudah dikasih bantuan paketan internet juga gak nambah rajin gitu. Percuma saja. Coba kamu tugas Matematika baru setor 1 kan? Padahal seharusnya sudah lima kali kan? Ulangan 1 kemarin juga belum toh?" cerocosnya jengkel.
Karena cerita ini dituliskan pada grup WhatsApp alumni, maka segera direspon oleh kawan-kawan lainnya secara beragam.
Segera banyak bermunculan komentar-komentar yang menunjukkan kegeraman dan kejengkelan anggota grup terhadap ulah siswa tersebut. Ada yang mengira-ngira bahwa kuota internet bantuan disalahgunakan untuk main game online atau keperluandi luar PJJ lainnya. Ada juga beberapa saran untuk memberikan sanksi atau hukuman yang tegas agar sang peserta didik tersebut kapok.
Intinya hampir semua kawan berprasangka negatif atas kelakuan sang siswa penerima bantuan itu. Sampai akhirnya seorang kawan guruku lainnya yang menceritakan pengalamannya yang mengejutkan dan memilukan.
Teman guruku lainnya ini juga mendapatkan kasus yang kira-kira serupa. Beberapa siswanya masih nampak kedodoran dalam mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan, padahal telah diberikan bantuan paket kuota internet.
Tentu saja kejengkelan juga mendera kawan tersebut. Namun dirinya tak mau berprasangka dan mengira-ngira semata. Sekalian sedikit refreshing di tengah kebijakan PSBB yang diberlakukan oleh pemerintah, kawan ini pun memutuskan untuk melakukan kunjungan ke rumah siswa (home visiting).
Berbekal kelengkapan protokol kesehatan yang harus dijalankan, maka ia pun segera melakukan kunjungan rumah anak didik yang dianggap bandel tersebut dengan hati yang cukup dongkol.
Namun betapa terkejutnya dirinya menemukan kenyataan yang sebenarnya. Begitu sampai di rumah siswa yang bersangkutan, sontak semua kedongkolan dan segala prasangka buruk yang dipendamnya sirna. Berubah menjadi rasa haru, getir, dan prihatin atas kenyataan yang dihadapi.