sepeda Brompton di Indonesia semakin menggila. Harganya yang jauh di atas rata-rata sepeda pada umumnya, justru membuat banyak kalangan semakin tergila-gila.Â
PopularitasBukan lagi sebagai sarana transportasi atau olahraga semata, melainkan untuk unjuk status sosial yang dipunya. Khususnya bagi kalangan menengah ke atas yaitu kaum urban kota, membawa Brompton bisa membuat mereka lebih percaya diri dan bangga.
Justru harganya yang jauh di atas rata-rata sepeda yang dipakai masyarakat pada umumnya, membuat semangat untuk memilikinya menjadi membara. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan Brompton impian yang didamba.
Konon gairah masyarakat urban kota yang berkorbar untuk memiliki Brompton ini sampai membuat orang bule di Eropa geleng-geleng kepala. Brompton di toko-toko mereka diborong habis orang Indonesia.
"Ada apa di sana, di Indonesia?" begitu ujar mereka kebingungan tak percaya. Mungkinkah ini semua gara-gara kasus penyelundupan dengan pesawat baru Garuda yang dulu mengemuka?
Kasus penyelundupan Brompton yang membuat beberapa direksi Garuda harus di PHK, telah membuat nama Brompton mengemuka. Ditulis sebagai pelengkap berita utama dan menjadi headline berbagai media daring maupun luring.Â
Kasus negatif yang menjadi konten utama tidak membuat nama merek Brompton ternoda karenanya. Nama Brompton justru semakin viral dan dikenal oleh masyarakat. Terus melambung sebagai sepeda idaman yang flamboyan.
Seiring dengan semakin memasyarakatnya tren bersepeda karena pandemi Covid-19 yang terjadi. Merek Brompton semakin populer dan banyak dibicarakan para biker. Membuat banyak orang semakin ngiler.
Link Artikel tentang Brompton Lainnya, Baca:Â Godaan Pria Era New Normal: Harta, Tahta, dan Sepeda
Walaupun sebenarnya masih banyak merek sepeda lainnya yang harganya di atas Brompton, namun tetaplah Brompton yang jadi idola. Apalah artinya harga yang luar biasa jika hal itu tidak diketahui orang-orang kebanyakan. Harga mahal yang dibelanjakan  akan sia-sia jika tak ada yang mengetahuinya.
Penjualan Brompton pun terus meningkat dengan pesat. Setidaknya fenomena tersebut mampu mengobati kekhawatiran banyak kalangan atas ancaman resesi yang segera menimpa Indonesia.
 Mungkin saja terus melonjaknya penjualan Brompton menjadi bisa dijadikan gambaran atas semakin meningkatkan status sosial dan kemapanan masyarakat yang ada.
Brompton telah menjadi bukti eksistensi, pemuas imajinasi yang bisa diwujudkan di era pandemi ini. Tentu saja bagi mereka masih beruntung secara ekonomi.
Bagi para peminat dan penggemar sepeda yang kurang sukses secara strata  ekonomi namun terus bermimpi untuk memiliki Brompton, mungkin akan ada alternatif lain untuk mewujudkan mimpi tersebut.