Jakarta ketika kemacetan belum tercipta.
Lelaki berusia 43 tahun itu sengaja berangkat pagi-pagi. Benar-benar masih sangat pagi, pukul 3 dini hari dia berangkat dari rumah tinggalnya ketika masih banyak orang terlelap dipeluk mimpi. Meninggalkan istri dan putrinya yang masih berumur 3 bulan, dia ingin mengerjakan tugasnya yang mulia dengan sempurna. Membersihkan jalananHasilnya, jalanan jadi bersih dan nyaman, ketika orang-orang mulai ramai berangkat bekerja dan beraktivitas untuk memenuhi berbagai keperluannya.Namun sial tak bisa diramal. Seorang pengendara motor yang entah ngantuk, meleng, atau tak hati-hati menabraknya tanpa ampun. Mungkin karena jalanan masih sepi, ia ngebut tak terkendali. Akibatnya Taka, lelaki petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) harus menghembuskan napas terakhirnya karena tabrakan itu.
Lebih jahat lagi, pengendara motor itu tak mau bertanggung jawab. Berhenti saja tidak dilakukannya. Ia memilih disebut pengecut yang tabrak lari yang meninggalkan duka tak terkira bagi keluarga yang ditinggalkan Taka. Taka yang pekerjaan mulianya membuat kita bisa tertawa lepas tanpa tertanggu adanya sampah dimana, harus mereggang nyawa, tanpa ada tanggung jawab penabraknya. Sungguh sang penjaga kebersihan itu meninggalkan duka yang tiada tara bagi keluarganya.
Tentu saja bagi keluarganya keberadaan Taka tiada duanya. Air mata tangis sang istri terus-menerus mengalir karenanya. Untungnya Cahaya Cantika, anak Taka yang baru berumur 3 bulan terus menerus tersenyum seakan-akan menghibur ibunya yang sangat berduka. Semoga Tuhan yang Maha Kuasa memberikan kekuatan, keihlasan dan berkah yang tak terhingga kepada keluarga yang ditinggalkan Taka.
Antara Sampah dan Tawa
Adakah di antara kita yang bisa tertawa lepas atau tersenyum bahagia ketika tiba-tiba ada bau sampah yang menyengat di sekitar kita?
Jujur, pastinya sebagian besar kita tidak bisa atau segan melakukannya. Yang ada bukannya tawa, melainkan buru-buru menutup mulut dan hidung rapat-rapat atau boleh disebut cemberut.
Mungkin karena itulah maka sampah sering dituduh sebagai sumber berbagai macam penyakit. Berkebalikan dari peribahasa "kebersihan pangkal kesehatan" maka sampah dianggap sebagai pangkal sumber penyakit.
Kita tentunya setuju akan sebuah pernyataan bahwa tertawa itu sehat. Karena tertawa itu sehat maka kebersihan adalah pangkal kesehatan. Pasalnya orang bisa tertawa lepas dan bebas ketika lingkungan sekitarnya bersih dan nyaman.
Dus, menjaga kebersihan mutlak dilakukan agar kita bisa tertawa dan tentu saja terjaga kesehatannya karenanya. Nah untuk kepentingan menjaga kebersihan inilah kita membutuhkan bantuan tukang sampah.
Tukang Bersih-Bersih
Sebenarnya saya kurang sepakat dengan istilah tukang sampah yang disematkan pada orang-orang yang bertugas mengambil, membersihkan, mengangkut dan membuang sampah tersebut.
Mestinya yang disebut tukang sampah adalah mereka yang suka membuat sampah dan membuang sampah sembarangan. Bukan orang-orang yang kenyataannya justru selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan mengelola sampah-sampah yang ada dengan semestinya.
Mungkin yang tepat julukan bagi mereka adalah tukang bersih, atau enak dimengertinya oleh khalayak umum yaitu tukang bersih-bersih. Dengan julukan tersebut diharapkan kesan yang ditimbulkan menjadi lebih simpatik dan positif.Namun apa daya julukan tersebut sudah menjadi kesepahaman umum. Apa boleh buat, kita harus menerimanya meskipun terasa mengganjal dan tidak nyaman. Biarlah mereka disebut tukang sampah yang terdengar buruk yang penting kita bisa menghargai dan mengapresiasi tugas mereka yang mulia.
Rekahkan Senyum Mereka
Apresiasi dalam bentuk kontraprestasi seperti memberikan gaji, upah, iuran, tip atau apa pun namanya kepada para tukang sampah yang membantu kita tentunya baik adanya.
Namun, itu memang sudah menjadi hak mereka dan tanggung jawab mereka. Sebuah hubungan relasional yang memang harus begitu aturannya. Mereka bekerja, kita menikmati hasil kerja mereka dan tentunya harus membayarnya. Tak ada yang istimewa.
Jika kita menyadari keberadaan mereka itu penting, maka kita harus bisa memberikan sesuatu yang lebih padanya. Hadiah, bingkisan, bonus dan lain-lainnya tentu bagus juga.
Namun di luar apresiasi berupa materi di atas, kita bisa memberikan apresiasi melalui perlakuan kita terhadap sampah yang bisa membuat para tukang bersih-bersih merekah tawanya. Pertama hormati dan hargai pekerjaan mereka. Cukup keramahan, senyum dan kerelaan kita untuk membiarkan mereka melakukan tugasnya, akan bisa membuat mereka bahagia.
Kedua, perlakukan sampah dengan aturan yang semestinya. Jangan malas melakukan pemisahan sampah berdasarkan kategori yang biasa ditentukan.
Misalnya sampah organik, sampah non organik dan sampah kimia yang berbahaya yang disebut sampah B3. Minimal kita bisa memisahkan antara sampah organik dan non organik yang ada. Kumpulkan sampah-sampah plastik, kaleng, beling, dan berbagai macam sampah-sampah yang potensial untuk didaur ulang didalam tempat sampah tersendiri. Percayalah dengan melakukan itu saja, Anda sudah bisa beramal karena akan membuat abang tukang bersih-bersih tersenyum merekah karenanya.
Ketiga, perlakukan sampah-sampah yang berbahaya, misalnya tajam, mudah terbakar, bisa melukai dan barang bahaya lainnya dengan pengamanan sebaik-baiknya sehingga tidak berpotensi melukai tukang bersih-bersih saat menjalankan tugasnya.
Kita harus memahami resiko pekerjaan para tukang bersih-bersih tersebut. Telah terjadi cukup banyak kasus tukang bersih-bersih yang terkoyak kulitnya oleh pecahan beling, terkena cipratan bahan kimia berbahaya, tertusuk paku bekas dan banyak benda berbahaya lainnya yang dibuang orang-orang secara sembarangan.
Ayo mulai sekarang kita upayakan agar tukang bersih-bersih selalu bahagia ketika mengambil sampah di tempat kita. Mari kita berbahagia dengan dengan melihat abang tukang bersih-bersih yang senyumnya merekah karena tugasnya terbanu oleh kepedulian kita. Tabik. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H