Berbekal pengalaman beberapa bulan pelaksanaan School from Home (SFH) beberapa bulan di tahun ajaran kemarin, maka kali ini para siswa maupun para pengajar bisa dikaakan lebih siap dalam menjalankan sistem pengajaran daring (online) yang harus dilaksanakan.
Yang terjadi pada sekolah dua anak saya--satu duduk di sekolah menengah pertama dan satunya sekolah dasar-- pelaksanaan awal SFH kali ini terasa mulus dan lancar-lancar saja.
Berbeda dengan yang terjadi dengan SFH tahun ajaran sebelumnya. Selain kendala pengetahuan IT dan penguasaan teknologi pendukung yang kurang mumpuni baik di kalangan orang tua maupun para pengajarnya itu sendiri, salah satu kendala utama yang membuat SFH terhambat adalah permasalahan kuota.
Di SFH tahap sebelumnya, banyak siswa yang tidak bisa mengikuti prosesi belajar mengajar secara daring karena ketiadaan kuota internet yang mereka miliki. Pasalnya untuk tiap hari online mengikuti SFH serta mengirim tugas-tugas yang diberikan guru secara daring, membutuhkan kuota internet yang notabene tidak kecil.Apalagi banyak keluarga siswa yang secara ekonomi terdampak pendemi. Bukanlah sebuah drama yang mengada-ada jika mereka tidak mampu membelikan anaknya kuota internet guna mengikuti SFH yang ada. Jangankan untuk memberi kuota internet, untuk makan sehari-hari saja banyak yang tengah kesulitan.
Untungnya masih ada semangat gotong-royong dan kepedulian yang dimiliki dan mampu digalang oleh para orang tua yang tergabung di komite sekolah. Secara patungan, komite pun berhasil menggalang dana untuk membantu memberikan kuota internet bagi para siswa yang dhuafa kuota.
Setelah dana terkumpul bisa mengcover para siswa yang tergolong dhuafa kuota tersebut, maka para komite dan orang tua siswa berunding untuk memilih kartu operator telekomunikasi apa yang akan dibeli dan diberikan kepada para siswa dhuafa kuota tersebut.
Ternyata suara terbanyak yang mencuat dari diskusi tersebut adalah kartu tri. Berdasarkan pengalaman dari para orang tua dan komite tersebut, kartu 3 lah yang merupakan operator paling ekonomis yang paling cocok untuk menjadi solusi permasalahan ini.
Berdasarkan pengalaman nyata para orang tua dan komite yang telah menggunakannya, didukung jaringan 3 Indonesia yang luas dan handal, didukung dengan keunggulan produk yang AlwaysOn maka kartu 3 sangat pas untuk dipakai para siswa dalam melaksanakan SFH kemarin.
Apalagi keekonomisan kartu 3 sudah menjadi rahasia umum para pengguna internet di Indonesia. Sampai-sampai ketika demo para mahasiswa misalnya yang terjadi di UNS Solo terkait bantuan kuota yang hanya Rp 50 Ribu sebulan yang dianggap tidak cukup, para mahasiswa pengguna operator 3 terbukti santai saja karena nilai tersebut sangat cukup untuk membeli kuota yang dibutuhkan dengan kartu 3.
Kartu 3 juga boleh dibilang paling cukup aman dalam menyimpan data pribadi pelanggannya. Terbukti ketika operator telekomunikasi ternama diguncang oleh skandal bocornya data pribadi pelanggannya, kartu 3 tidak mendapatkan keluhan dan protes apa pun dari pelanggannya.
Sesuai dengan program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bertekad untuk merampungkan pembangunan dan penyempurnaan tol langit, apa yang ditawarkan Tri Indonesia yang boleh dikatakan mampu memberikan penawaran paling murah dalam memberdayakan internet dalam mengalahkan jarak yang tercipta karena pandemi kali ini, merupakan salah satu pendukung program "tol langit" yang diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia di masa depan. Tabik.