Masker adalah salah satu jenis varian fashion yang menjadi kebutuhan primer semua orang di era new normal sekarang. Apalagi ketika beredar temuan baru dari WHO bahwa covid-19 bisa ditularkan melalui udara atau aerosol.Karenanya Kebutuhan akan masker ini sebenarnya menjadi mutlak dan tak bisa  ditawar-tawar lagi. Meskipun pada perkembangan terkini ada juga beberapa kalangan yang merasa cukup mengantikannya dengan memakai pelindung wajah (face shield) saja.Karena semakin dibutuhkan sebagai alat pelindung diri sehingga harus dikenakan kemana-mana dan dalam berbagai aktivitas yang ada, maka masker pun berkembang menjelma menjadi fashion utama manusia seperti halnya baju dan celana.
Selanjutnya kebutuhan yang semula berawal dari sisi kemanfaatan atau fungsional semata, berkembang menjadi fashion life style masyarakat. Masker tak lagi dipilih berdasarkan fungsinya semata, tetapi juga dari sisi mode, artistik, desain, bahan, teknologi serta brand atau mereknya.
Bahkan merek-merek fashion ternama (branded) pun semisal Gucci, Zara, LV, Adidas, Nike, DG, dan banyak lainnya akhirnya turut berlomba menciptakan dan memproduksi masker yang fashionable sesuai kelas konsumen mereka.
Tentu saja masker-masker branded keluaran merek ternama tersebut memiliki harga yang sesuai kelas masing-masing brand yang ada. Mulai dari masker puluhan ribu, ratusan ribu hingga puluhan juta pun akhirnya tersedia sesuai selera dan kemampuan keuangan dari sasaran konsumen yang dibidiknya.
Lucunya, entah untung atau sial, di Indonesia masyarakat bisa mendapatkan masker-masker branded berlabel merek ternama tersebut dengan mudah dan bebas di pedagang-pedagang kaki lima yang ada di pinggir-pinggir jalan.
Longgarnya pengawasan hak cipta merek (trademark) membuat pemalsuan dan main catut merek ternama mudah dilakukan oleh pengusaha yang selalu haus memanfaatkan kesempatan yang berkembang di masyarakat. Masker-masker bermerek terkenal yang mungkin di luar negeri harus dibeli di toko-toko distributor resmi mereka bisa didapatkan dengan mudah di sudut-sudut jalan Indonesia.
Di Indonesia, gengsi pemakaian masker bermerek ternama, konon bisa dilihat dan tergantung pada siapa yang memakainya. Jika yang memakai artis, orang ternama, atau orang kaya maka masker merek ternama yang mereka pakai selalu dianggap asli walaupun sebenarnya produk kaki lima.
Sebaliknya jika yang memakai itu adalah orang biasa-biasa saja, maka meskipun yang dipakai adalah masker original berharga mahal, tetap saja disangka oleh kebanyakan orang sebagai masker produksi kaki lima.
Masker Rp 22 Juta
Karena itu, kalau mau tampil beda di Indonesia, yang dilakukan jangan tanggung-tanggung. Seperti halnya heboh kasus masker yang diduga berharga hingga Rp 22 juta rupiah yang dikenakan oleh istri KASAD, ibu Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati Hendropriyono.
Beliau tiba-tiba viral dan menjadi bahan kasak-kusuk media massa maupun sosial karena terlihat selalu menggenakan masker respirator di berbagai kegiatan yang diikutinya yang diprediksi masker tersebut seharga SGD 2.133 atau senilai Rp 22 juta.
Berdasarkan pencarian informasi di internet, masker yang dipakai istri KSAD Jenderal Andika Perkasa tersebut diduga merupakan masker keluaran perusahaan Clean Space Technology seri Halo.
Laman resmi Clean Space memang mengklaim bahwa masker seperti yang dikenakan istri KSAD Jenderal Andika Perkasa tersebut dinyatakan perusahaan tersebut sebagai pertahanan terbaik melawan Covid-19 saat ini.
Meskipun secara artistik dan fashion kurang menarik karena terlihat besar dan berat, namun ternyata masker seperti yang dikenakan istri KSAD Jenderal Andika Perkasa tersebut hanya memiliki berat sekitar 350 gr saja.
Yang cukup membedakan masker ini dari masker-masker biasanya yaitu, masker harus diisi daya (charge) laiknya peralatan elektronik atau gawai pada umumnya. Hebatnya, lama durasi kebutuhan pengisian daya pakai masker respirator tersebut tak lebih dari 2 jam, untuk pemakaian hingga 9 jam.
Dinyatakan juga bahwa masker CleanSpace PAPR HALO Powered Air Purifying Respirator tersebut tahan terhadap debu dan cairan yang masuk, serta sering digunakan sebagai dekontaminasi dan pembersihan yang baik.
Karena kecanggihan teknologinya tersebut, masker ini dipercaya dapat menangkal virus corona karena dapat menyaring polutan sekitar 99,97% untuk partikel 0,3 um ke atas, termasuk biohazard.
Namun klaim keefektifan dalam menangkal virus corona masker ini ternyata kurang begiu dipercaya. Banyak kalangan yang mempercayai bahwa masker transparan yang mencolok tersebut kemungkinan belum sebegitu handalnya dalam menyaring virus corona yang ukurannya jauh lebih kecil dari filter seperti yang diungkapkan di atas.
Kemungkinan besar, masker transparan tersebut masih dianggap baru bisa menyaring partikel virus influenza (flu) semata. Pasalnya, partikel virus influenza tersebut memang memiliki ukuran sekitar 4-5 mikron. Sedangkan untuk virus corona (covid-19) masih ukuran diragukan karena menurut Dr. Mariea Snell, Asisten Direktur Program Doctor of Nursing Online di Maryville University. ukuran virus corona (Covid-19) adalah sekitar 0,125 mikron. Tentu saja masih jauh lebih kecil dari kemampuan saring masker yang dipakai Ibu Kasad di atas.
Kesalahan Umum
Yang jelas, terlepas dari branded non branded, sederhana maupun canggih, mahal ataupun murah sebuah masker, ada sebuah fenomena mengkhawatirkan terkait cara pemakaian masker itu sendiri di lapangan.
Seiring dengan kampanye pemberlakuan new normal, budaya tertib pemakaian masker oleh masyarakat memang sudah nampak meningkat. Apalagi ketika WHO mengakui penemuan baru bahwa virus corona (Covid-19) bisa ditularkan melalui udara. Sepertinya pemakaian masker mulai semakin disadari kebutuhannya oleh masyarakat.
kesehatan new normal dan hanya membukanya ketika makan dan minum, berbicara di jarak aman, dan momen-momen tidak bahaya lainnya.Sayangnya meskipun momen atau saat melepas maskernya aman, namun kebiasaan melepasnya sangat tidak aman. Dimana kebanyakan orang menurunkan masker kebawah sehingga masker berada di leher. Kebiasaan ini jika kita amati bahkan sering dilakukan oleh Presiden Jokowi, pejabat-pejabat negara lainna serta tokoh-tokoh publik figur lainnya.
Dalam berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat tetap disiplin memakai masker sesuai protokolTernyata kebiasaan tersebut sangat beresiko tinggi. Tanpa kita sadari selama kita memakai masker, bagian leher merupakan area terbuka yang masih terpapar oleh covid-19. Ini tidak begitu berbahaya karena covid-19 tidak bisa bergerak untuk menginfeksi melaui mulut, hidung atau cairan mata kita.
Namun ketika kita menurunkan masker di leher, maka virus tersebut akhirnya pindah menempel ke masker kita. Selanjutnya ketika kita merasa perlu mengenakan masker kembali untuk menutupi mulut dan hidung kita, maka pada saat itulah kita justru membantu covid-19 pindah dari area leher ke mulut atau hidung kita.
Jadi mulai sekarang jangan pernah mengambil resiko besar dengan menurunkan masker ke leher ketika kita ingin jeda memakainya. Lepaskan saja sekalian dengan benar tanpa pernah menyentuh bagian-bagian sterilnya, sehingga tidak ada peluang bagi covid-19 untuk berpindah ke situ.
Jadi tak perduli kita memiliki masker branded, canggih, dan berharga mahal, jika kita masih salah dalam memakainya, maka peluang untuk terinfeksi covid-19 tetap sama besarnya.
Yang terpenting adalah bukan mahal-murahnya masker yang kita miliki dan kenakan, bukan artistik, unik dan indahnya juga, melainkan yang terpenting adalah pengetahuan, pemahaman dan kedisiplinan kita dalam menggunakan masker secara baik dan benar. Semoga sedikit yang saya bagikan ini bisa menyelamatkan kita semua dari bencana yang tidak kita inginkan. Tabik. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H