Pandemi Covid-19 belum juga mereda. Bahkan puncak kurva penyebaran belum juga tercapai.
Karena itu, meskipun telah berhembus akan segera diterapkannya kebijakan New Normal, namun sementara untuk anak sekolah masih dilanjutkan proses belajar di rumah atau School from Home (SFH).Â
Bahkan pemerintah jujur mengakui bahwa mereka belum bisa menentukan prediksi kapan kira-kira anak-anak sekolah akan segera melakukan kegiatan belajar menjagar di sekolah.
Namun yang pasti Departemen Pendidikan telah memutuskan bahwa proses belajar daring (online) akan terus dilakukan hingga Agustus 2020 nanti.
"Paling cepat kegiatan tatap muka dimulai akhir Agustus atau awal September. Itupun setelah ada clearance dari Gugus Tugas baik pusat maupun daerah," demikian dikatakan Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono seperti yang dikutip tempo.co (31/5/2020).
Prediksi kembalinya kegiatan belajar mengajar bulan Agustus mendatang didasarkan pada perkiraan puncak kurva penyebaran yang akan terjadi di bulan Juni ini.
Setelah puncak kurva tercapai, maka peemrintah akan menunggu dua atau tiga bulan setelahnya untuk mengembalikan aktivitas kegiatan belajar mengajar di sekolah kembali.
Karena besok (2/6) pendidikan daring sudah dimulai, maka di hari yang bertepatan dengan hari lahir Pancasila (1/6) sekarang, sudah mulai beredar berbagai macam koordinasi antara guru dan siswa untuk proses belajar mengajar yang besok akan dilakukan, serta berbagai macam tugas yang besok harus dikerjakan.
Salah satu kunci kesuksesan proses belajar mengajar secara daring (online) tersebut adalah kemampuan dari siswa, guru dan sekaligus orang tua dalam mengembangkan kemampuan digital.
Guru, siswa maupun orang tuanya harus melek digital agar pemakaian gawai pendukung bisa dijalankan dengan baik dan pembelajaran melalui daring (online) bisa dikerjakan.
Hanya saja hal itu tak boleh dilakukan dengan keblabasan atau over acting seperti yang baru-baru ini viral di sosial media.
Siapa Frank Zukenberg tersebut? Pasalnya yang selama ini kita kenal adalah nama Mark Zuckerberg yang notabene merupakan pendiri platform facebook yang telah berkembang begitu pesat hingga sekarang. Bagaimana nama Frank Zukenberg tersebut tiba-tiba bisa muncul di platform twitter Indonesia?
Ternyata tagar ini muncul dari keluhan seorang siswa kelas 8 (kelas 2 SMP) yang kebingungan atas tugas belajar daring yang telah diberikan oleh gurunya.
Begini kira-kira tugas yang diberikan sang guru tersebut untuk siswanya di kelas 8A: "Anak-anak harus chatting dengan Presiden Donald Trump, Bos Microsoft Bill Gates dan bos Facebook Mark Zuckerberg di LinkedIn."
Caranya, anak-anak kelas 8 tersebut disuruh membuat akun LinkedIn dan kemudian bukti chatting dengan Donald Trump, Bill Gates, atau Zuckerberg di screenshot.
"Nanti kalau sudah berhasil kamu follow, terus minta saran kepada mereka bagaimana agar menjadi orang sukses. Biasanya beliau akan membalas jika ada waktu. Gunakan bahasa Inggris yang sopan. Kalau ada kesulitan tanyakan kepada saya," begitu bunyi chat tugas dari sang guru tersebut. Sayangnya entah guru apa, tidak dijelaskan oleh sang siswa.
Sontak postingan tersebut segera menjadi perhatian warganet dan melejit sebagai trending topik Indonesia di plaform twitter.
Awalnya yang menjadi fokus perhatian pertama adalah nama Frank Zukenberg yang terdengar aneh di telinga. Pasalnya yang selama ini diakrabi oleh warganet dan khalayak umum adalah Mark Zuckerberg sang pendiri Facebook.
Kesalahan penyebutan nama oleh sang guru ini setidaknya menjadi cerminan ketidakcermatan sang guru yang seharusnya teliti dalam membagikan pengetahuan kepada siswanya.
Bahkan lebih parahnya kesalahan tersebut dianggap sebagai cerminan ketidakmampuan pengetahuan yang dimiliki sang guru terhadap penyerapan info aktual yang ada di era milenial sekarang.
Setelah pembahasan mengenai siapa Frank Zukenberg yang bahkan tidak bisa dijawab melalui google search tersebut, kemudian warganet pun membahas mengenai tugas sang guru yang dianggap terlalu mengada-ada, over acting atau kebablasan.
Berikut poin-poin yang dianggap kebablasan dari tugas sang guru tersebut:
Pertama pemakaian platform LinkedIn. LinkedIn boleh jadi memang salah satu platform sosial media yang dianggap serius, profesional dan jauh dari hal-hal negatif yang ada dalam platform sosial media lainnya.
Karena bersifat profesional, maka LinkedIn bisa dikatakan jauh dari gosip, ujaran kebencian dan postingan riskan lainnya.
Mungkin karena keunggulan inilah maka sang guru menugaskan siswanya untuk membuat akun di sini.
Sang guru lupa bahwa muridnya masih duduk di kelas 8 alias kelas 2 SMP. Duh, kira-kira apa yang bisa diisikan anak sekolah seusia iu dalam profil, bio dan porto folio mereka di LinkedIn?
Setelah kejanggalan untuk membuat akun LinkedIn, warganet juga mempermasalahkan tentang tugas yang berat dan seperti mustahil untuk chatting dengan Donald Trump, Bill Gates dan Mark Zuckerberg tersebut.
Selain mereka semua adalah tokoh-tokoh terkenal yang noabene sangat sibuk, apalagi Bill Gates serta Donald Trump saat ini tengah menghadapi permasalah yang sangat serius di tempat mereka.
Mungkin saja akan ada admin yang mengelola akun mereka tersebut. Namun bagaimana pun juga tugas ini tetap dianggap terlalu di awang-awang.
Meskipun dunia online (daring) memang sanga mondial dan tak terbatas jarak dan waktu, mungkin tugas untuk melakukan dialog (chatting) dengan Presiden Joko Widodo, para menteri atau tokoh-tokoh terkenal di Indonesia lainna akan dipandang lebih masuk akal ketimbang tokoh-tokoh dunia tersebut.
Semoga saja kasus viralnya Frank Zukerberg ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi para pendidik Indonesia akan pentingnya pembelajaran melek digital yang baik dan membumi sehingga tidak mengada-ada bahkan terasa kebablasan dan malah menjerumuskan.
Selamat melanjutkan kembali proses belajar daring dari rumah anak Indonesia. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H