Yang perlu dicermati adalah, besarnya jumlah korban kematian tersebut bukanlah terjadi pada serangan wabah gelombang pertama, melainkan pada serangan gelombang kedua. Kenapa begitu, pasalnya pada waktu itu masyarakat yang sudah sangat jenuh, bosan, galau dan merasa tidak nyaman dengan karantina yang dijalani, termasuk pembatasan jarak sosial yang harus ditaati, mendapatkan angin segar ketika diperbolehkan keluar rumah lagi.
Diliputi perasaan euforia yang berlebihan, masyarakat pun segera merayakan kebebasan dari karantina dan protokol kesehatan yang sebelumnya diberlakukan seakan-akan pandemi sudah bisa dikalahkan. Mereka berbondong-bodong ke jalan raya, berdesak-desakan ke pusat-pusat keramaian dan melalukan aktivitas sosial yang heboh lainnya.
Sampai akhirnya, beberapa minggu kemudian datanglah serangan gelombang kedua yang dalam sejarah disebut sangat mematikan. Mendadak makin banyak masyarakat yang terinfeksi dibanding yang terjadi di gelombang pertama, pusat-pusat layanan medik dan rumah saki kewalahan, banyak pasien tak tertangani dan akhirnya terjadi puluhan juta kematian.
Berdasarkan sejaran di atas, maka kalangan yang menolak rencana pemberlakukan "NewNormal" pada waktu-waktu dekat ini mengingatkan agar tidak tergesa-gesa menerapkan rencana tersebut tanpa memperhatikan beberapa indikator kesiapan-kesiapan faktor-faktor pendukungnya, yang harus terlebih dulu dipenuhi.
Menurut mereka, pilihannya hanyalah satu. Indonesia akan belajar dari sejarah "Pandemi Flu Spanyol" di atas, atau mengulang sejarah tragedi tersebut. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H