"Baiklah, Mama bersiap bentar ya," akhirnya aku pun menyerah pasrah pada kengototan Langit yang tak bisa dilawan lagi.
....
Makin siang pengunjung pasar ini semakin padat dan ramai. Koridor jalan di antara kios-kios yang berjajar semakin disesaki oleh beragam orang yang sepertinya tengah bersemangat untuk berbelanja. Kebetulan ini adalah tanggal muda. Jadi ya harap maklum saja. Semua orang seperti keluar untuk membelanjakan uangnya.
Sudah cukup banyak toko sarung yang kusinggahi bersama Langit. Menurutku banyak jenis dan corak sarung yang bagus dan memikat untuk dipakai Langit. Namun sepertinya anak ini tak juga menemukan barang yang cocok. Memang sudah menjadi tekadku untuk membiarkan anakku menentukan pilihannya sendiri dengan bebas. Jadi aku mencoba membiarkannya melihat-melihat, memilih sendiri dan mencobanya sampai akhirnya cocok dan memutuskan untuk membelinya.
Sampai sejauh ini aku masih bertahan. Meski banyak menguji kesabaran karena kaki mulai pegal dan kesemutan. Ternyata Langit tak juga menjatuhkan pilihan. Sampai akhirnya aku tak tahan dan bertanya padanya apa yang sebenarnya dia inginkan.
"Sebenarnya kalau dari gambar dan warna dari tadi aku sudah banyak yang suka Mah," jelas Langit.
"Trus apa masalahnya kok sampai sekarang belum ada satu pun yang kamu beli nak?" tanyaku penasaran.
"Itu mah, jangan-jangan di pasar ini tak ada sarung buat anak-anak ya?" keluhnya seperti putus asa.
"Loh memang kenapa? Bukannya dari tadi yang kamu coba memang sarung buat anak-anak semua?" lanjutku tak mengerti.
"Iya mah... Memang kata penjualnya cuma itu sarung yang buat anak-anak. Tapi ketika aku coba kok nggak ada yang pas ya mah. Semuanya kedodoran mah," jelasnya polos.
"Alamaaaaak. Yang namanya sarung ya pasti begitu. Longgar. Kalau pas di badan itu namanya celana nak," Â jelasku sambil tertawa. Ternyata sarung kembali bisa menceriakan hidupku seperti masa kanak-kanakku dulu.