Jika kita membaca buku-buku sejarah, kita akan mendapatkan fakta bahwa banyak dari ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini, umumnya bersumber dari tulisan tangan kaum muslimin. Kitab-kitab karya para ulama dari berbagai bidang yang tersimpan di baitul hikmah dan jumlahnya mencapai satu juta eksemplar pada tahu 815 M, telah diditerjemahkan secara besar-besaran pada masa ressainance barat pasca keruntuhan daulah Abbasiyah.Â
Canon of Medicine misalnya,  buku yang berjudul asli Al-Qanun fi At-Thibb merupakan buku karya Ibnu Sina yang telah digunakan dan dijadikan modul standar dalam pendidikan kedokteran di universitas-universitas dunia sejak berabad-abad lamanya.
Di bidang geografi, Ibnu Khaldun telah menyumbangkan ilmu hasil penjelajahannya ke berbagai negara dalam bukunya Kitab Al-'Ibar Wa Diwan Al-Mubtada Wa Al-Khabar yang sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dunia.
Demikian pula dengan ilmu matematika, Al-Khawarizmi telah membantu ilmuwan dunia dengan penemuan-penemuan yang tertulis dalam karyanya Al-Jabar, Â serta masih banyak karya ulama muslimin yang karya mereka telah menambah khazanah ilmu dan menjadi salah satu sebab kemajuan dalam peradaban hidup manusia.
Kekayaan intelektual yang dimiliki kaum muslimin tercermin dari banyaknya kitab yang dihasilkan. Tercatat sebanyak satu juta buku berhasil ditulis dan dikumpulkan di baitul hikmah pada tahun 815 H. Bahkan, jumlah perpustakaan umum yang dimiliki kota Baghdad pada tahun 891 H mencapai seratus perpustakaan.
Produktivitas para ulama dalam menulis didasari pada kecintaan mereka terhadap agama Islam. Cita-cita untuk menyebarkan Islam melalui literasi terus mendorong mereka giat menulis. Pun halnya dengan pemerintah, mereka sangat menaruh perhatian yang besar pada ulama dan karya-karya mereka.
Pada masa kekhalifahan Harun Ar-Rasyid, khalifah menyemangati para ulama dalam menulis dengan memberikan hadiah berupa emas seberat buku yang dihasilkan. Â Tak heran, mengapa peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya pada masa itu.
Meskipun demikian, hasil karya ulama muslimin banyak yang tidak dapat kita saksikan keberadaannya sekarang. Buku-buku yang tersimpan di baitul hikmah telah dimusnahkan oleh bangsa Mongol yang berhasil menghancurkan Baghdad pada tahun  1258 M. Walaupun ada beberapa buku yang terselamatkan, jumlahnya sangatlah sedikit.
Namun, setelah runtuhnya masa kekhilafahan yang merupakan tombak integritas kaum muslimin, budaya tulis menulis masih tetap ada meski produktivitasnya tidak menyamai produktivitas ulama pada abad pertengahan. Paling tidak, para ulama kaum muslimin masih memiliki ruh literasi dalam gerakan dakwah mereka.
Seperti yang dilakukan oleh Syaikh Ibnu Taimiyyah yang tak pernah membiarkan hari-harinya berlalu tanpa menghasilkan sebuah tulisan. Bahkan ketika beliau dipenjara sekalipun, kertas dan pena merupakan teman sehari-hari yang selalu menemani beliau hingga wafat. Sehingga ilmu yang beliau wariskan masih dapat kita pelajari melalui tulisan beliau dalam berbagai bidang ilmu agama.
Akhirnya, setelah mengetahui bagaimana literatur-literatur Islam pernah memberi kekayaan khazanah ilmu pengetahuan dan dakwah, kita berharap besar akan terlahir generasi baru yang mencintai budaya literasi demi kepentingan dakwah dan khidmah li diinil Islam. semoga akan terlahir dari kita generasi rabbani yang mampu mengembalikan kejayaan Islam melalui karya-karya terbaik mereka.