Nama depan anak kami Exal. Sederhana tetapi seringkali mengalami kesalahan dari pengucapan, penulisan, bahkan salah orang. Loh kok bisa?
Pertama ketika di SMP ada temannya bernama Axel. Terkesan mirip. Anak kami pendiam, sementara temannya itu agak aktif. Itu tidak masalah, tetapi pernah nilai beberapa kali tertukar sebelum akhirnya tersadari. Syukurlah.
Kejadian kedua di asrama saat kuliah. Dengan kombinasi nama yang sama, Exal dan Axel, sama-sama Kristen. Suatu hari Minggu sore mereka sama-sama akan pergi ke gereja, sekitar jam yang sama, dan sama-sama menggunakan ojol (ojek online). Tetapi keduanya tidak saling tahu atau tidak janjian, karena Exal ke gereja A, sementara Axel ke gereja B.
Ketika ojol pertama datang, abang ojol menyebutkan nama Exal/Axel, anak kami yang sudah menunggu duluan di teras asrama, segera naik, dengan yakin bahwa itu ojol yang dipesannya. Berangkatlah dia. Tetapi entah bagaimana dia tidak memperhatikan map ojolnya, tahu-tahu dia ada di sebuah mall di mana gereja B terletak. Dia bingung mbatin: "Ngapain tiba-tiba  Gw (gue, aku) dianter ke mall sini, Gw mau ke gereja A?" Barulah terjadi saling mencocokkan aplikasi dari kedua hp abang ojol dengan anak kami, Exal.
Alamaaaakkkk.... ternyata itu adalah pesanan ojol atas nama Axel. Wkwkwkwk
Bagaimana dengan ojol yang semula pesanan Exal? Apa yang terjadi dengan Axel yang ojolnya telah mengantar Exal ke gereja B?
Setali tiga uang, sama saja. Axel pun dianter ke gereja A sesuai map pesanan Exal.
Dalam tawa abang ojol pun saling bertelepon ke costumer masing-masing. Alhasil mereka saling tertawa.
Ya sudahlah, Exal pun sore itu ibadah di gereja B dan Axel ke gereja A.
Ketika Exal cerita ke kami, di sela tawa kami, aku bertanya: "Loh...memang kamu nggak lihat nomor motornya? Kamu nggak nyocokin nama abangnya?" "Ya aku kan nggak tahu kalo' Axel pesen juga, t'rus sering kan nomor ojol itu beda dengan yang di aplikasi, karena abangnya ganti motor, itu biasa" dia serius menjelaskan.
Yaaa ya ya.... kami tertawa dan manggut-manggut (rs)
Petikan arti:
Betapa perlunya sikap teliti dan memastikan sesuatu.
Jangan cepat merasa pasti, sikap selidik juga diperlukan.
Betapa perlunya kita mengetahui pengucapan yang benar dari huruf-huruf tertentu.
Cepat mendengar sih bagus tetapi jangan terlalu cepat menyimpulkan ya.... saya menyebutnya ketulian emosional, mendengar tetapi karena emosi (merasa pasti) jadi menyimpulkan secara keliru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H